Forum Dosen Indonesia

Merupakan organisasi yang didirikan tanggal 24 Agustus 2013, bersifat independen yang tidak terikat langsung dengan institusi anggotanya dan berbasis teknologi informasi. Didirikan dengan maksud melakukan advokasi untuk tujuan pengembangan kualitas dosen dan pendidikan tinggi Indonesia.

Forum Dosen Indonesia di Internet

1) Kuning / Emas : Pendidikan, mencetak generasi emas Indonesia, 2) Biru Langit : Penelitian, seperti langit tanpa batas yg dapat dicapai sebatas kekuatan manusia, 3) Hijau : Pengabdian masyarakat yang lebih bersifat kerelawanan, bekerja demi amal, 4) Merah dan putih : Indonesia.

ORMAS Dosen Indonesia

Berawal dari Grup Dosen Indonesia di Facebook menjadi ORMAS Dosen

Senin, 08 Juni 2020

DPD FDI LAMPUNG TERBENTUK



Setelah sekian lama digagas Forum Dosen Indonesia (FDI) Provinsi Lampung akhirnya pada tanggal 27 Mei 2020 DPD FDI Lampung terbentuk dengan terpilihnya secara aklamasi Prof. Dr. Tulus Suryanto, Akt, CA, CMA. ACPA. sebagai Ketua FDI Provinsi Lampung. 

Terpilihnya Tulus sebagai Ketua DPD FDI  Provinsi Lampung setelah dilakukan musyawarah oleh Tim Formatur yang terdiri dari 17 orang.  Rapat Tim Formatur dilakukan melalui fasilitas video conference FDI Pusat. Menurut Ketua Tim Formatur pembentukan pengurus DPD FPI provinsi Lampung Prof. Dr. Siti Fatimah terpilihnya Tulus Suryanto merupakan keputusan tepat karena Tulus adalah seorang dosen yang sangat produktif di bidang penulisan karya ilmiah, reviewer jurnal internasional, Trainer di berbagai Perguruan Tinggi baik dalam maupun luar negeri serta chief editor jurnal internasional. 

Diharapkan dengan dinahkodai oleh Tulus Suryanto ini, DPD FDI Provinsi Lampung dapat segera berkembang mensejajarkan diri dengan kepengurusan DPD FDI di seluruh Indonesia. Berikut ini adalah nama-nama Tim Formatur kepengurusan DPD FDI Provinsi Lampung:

1. Dr. Parwito (DPD FDI pusat) 
2. Prof . Dr. Hj. Siti Patimah., M.Pd (UIN RIL)
3. Dr. Reza Ronaldo, MM. APAI.CIIB.ANZIIF.CIP.CRGP (Rektor STEBI Lampung) 
4. Dr. Dalman, M.Pd (Rektor UML)
5. Dr. Lina Maulidiana, S.H.,M.H. (Dekan Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai )
6. Dr. Suhairi, S.Ag., MH.(WR 1 IAIN Metro) 
7. Dr. Hamzah, S.H., M.H. (Wadek FH Unila)
8. Sungkowo,S.Ag.M.Pd.I (Rektor STAI Kalirejo.
9. Dr.-ing. Melvi, M.T. (Unila) 
10. Eko Budi Sulistio, S.Sos, M.AP (Unila) 
11. Dr. Triono M.I.P (Rektor Univ. Megou Pak Tulang Bawang)
12. Dwi Rohmadi Mustofa, M.Pd. (STIT Pringsewu)
13. Prof. Dr Karwono, M.Pd (UM Metro) 
14. Prof. Dr. Tulus Suryanto, Akt, CA, CMA. ACPA. (UIN RIL) 
15. Ferry Antoni., S.Ag. MH (UMPTB) 
16. Dr. Novita Tresiana, M.Si (UNILA)
17. Dra. Heni Kusumastuti, M.I.P. (Rektor Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai )

Tim Formatur bertugas untuk membantu ketua terpilih menyusun kepengurusan DPD FDI Provinsi Lampung sesuai dengan ketentuan yang tertuang di dalam AD ART DPP FDI.  #ebs

Rektor Dwijendra Nahkodai Forum Dosen Indonesia DPD Bali



Pembentukan Forum Dosen Indonesia (FDI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bali akhirnya terbentuk Jumat, 22 Mei 2020 di Denpasar melalui pertemuan musyawarah daerah online. Musyawarah daerah ini diikuti oleh 59 dosen yang tersebar di Bali dan juga dikuti oleh FDI Pusat yang diwakili oleh Parwito, S.P., M.P. dan Dr. I Putu Puja. Acara diawali dengan pengantar dari Parwito yang memberikan gambaran singkat tentang FDI dan arahan penyelenggaraan musyawarah pembentukan organisasi FDI DPD Bali dan pemilihan Ketuanya. Dr. I Wayan Budiarta, SS.M.Hum. selaku moderator telah memandu acara sejak awal sampai berakhir dan dimulai dengan meminta pandangan peserta musyawarah terkait dengan pembentukan FDI. Seluruh dosen yang mengikuti acara ini secara tegas menyatakan sepakat agar FDI ini segera dibentuk di Bali. 

Setelah organisasi FDI DPD Bali terbentuk, acara dilanjutkan dengan pemilihan ketua untuk periode 2020-2024. Sebelumnya telah digadang-gadang Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.MMA. yang juga sebagai Rektor Universitas Dwijendra, Denpasar untuk menjadi calon ketua. Budiarta menyampaikan kepada peserta bahwa Saudara Gede Sedana ditetapkan sebagai calon ketua, dan peserta meminta agar pemilihan dilakukan secara demokratis. Prof. Dr. I Ketut Widnyana diharapkan juga untuk menjadi calon, dan mendorong agar ada dosen perempuan untuk menjadi calon ketua. Namun, Prof Widnyana menyampaikan langsung dukungannya kepada Gede Sedana dengan berbagai pertimbangannya. 

Akhirnya moderator menyampaikan kepada peserta apakah penentuan ketua dilakukan secara aklamasi karena tidak ada calon lainnya. Akhirnya disepakati oleh peserta bahwa Gede Sedana ditetapkan sebagai ketua secara aklamasi. Peserta musyawarah meminta kepada ketua terpilih untuk menyusun kepengurusannya dengan mengakomodir dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi untuk bisa memperkuat organisasi FDI ke depan. 

Selama periode 4 tahun kedepan, Gede Sedana yang akan menahkodai organisasi FDI DPD Bali menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh peserta yang memberikan kepercayaan untuk menjadi ketua, dan juga kepada perwakilan FDI Pusat yang memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah daerah. Gede Sedana yang Rektor Universitas Dwijendra meminta kepada para pengurus FDI yang akan ditunjuk dan dosen-dosen di wilayah Bali saling bahu-membahu untuk menjalankan roda organisasi guna terwujudnya tujuan yang hendak ditetapkan. Acara selanjutnya ditutup langsung oleh Budiarta selaku moderator yang disertai dengan ucapan selamat. (pwt)

Selasa, 17 Maret 2020

Pengumuman Fasilitasi Kuliah Daring

Kepada Pengurus DPD dan anggota FDI se-Indonesia

Salam sejahtera, semoga kita semua berada dalam lindungan-Nya dan dapat menjalankan aktivitas tridharma perguruan tinggi sebaik-baiknya.

Menyikapi perkembangan pandemi Covid-19 saat ini, perguruan tinggi mulai mengeluarkan kebijakan pengurangan perkuliahan tatap muka di kampus. Dosen diarahkan untuk melakukan perkuliahan dengan memberikan tugas kepada mahasiswa atau melakukan perkuliahan secara online. Sebagai bentuk kontribusi terhadap kondisi yang ada, Forum Dosen Indonesia (FDI) menyediakan fasilitas kulian daring/online berupa video conference yang dapat diakses oleh anggota.

Untuk panduan teknis dan penjadwalan akan dilakukan per daerah oleh pengurus di daerah masing-masing. Untuk itu, silahkan menghubungi kontak sebagai berikut:
1. Aceh: Dr. Wahyuddin Albra (+62 852-7729-3755)
2. Sumut: Dr. Mulyadi (@+62 812-6315-231)
3. Jambi: Dr. Abdul Malik (08127852159/ WA 0895622929768)
4. Riau: Roki Hardianto (082384955233)
5. Kepri: Prof. Chablullah Wibisono ( 0811700503)
6. Sumsel: Dr. Desy  (089604899014)
7. Bengkulu: Parwito (081328676033)
8. Jakarta: Dr. Khamami Zada (@+62 812-8468-546)
9. Banten: Dr. Umi Kultsum (@UMI KULTSUM​)
10. Jabar: Rinda Cahyana +6281312131400
11. Jateng: Sarono Widodo (@+62 888-0655-6199)
12. Yogya: Prof. Djoko (@Djoko Budiyanto
13. Jatim: Dr. Nurida Finahari, MT. ( 08113649799)
14. NTB: Dodo Kurniawan ( 08135608219 )
15. Papua Barat: Dr. Ismail +6281315540777
16. Sulsel: Dr. Marhamah +628114449273
17. Sulbar:  Irfan AP, S.T., M.MT (081343862872)
18. Sulteng: Dr. Mochtar (082347264441)
19. Maluku:  Dr. Sientya Latumahina, S.Hut, MP, IPP (@Dr. Sientya.Latumahina)
20. Lampung: Prof. Tulus Suryanto, SE, Akt (081321246272)
21. Kalsel: Lena Hanifah (@L E N A)
22. Sumbar: Dr. Rozi Fitriza (@Rozi Fitriza)
23. Room DPP: Diandara (@Yori Uin)
24. Maluku Utara: Dr. Ricardo (@Ricardo FM)

Untuk rekan-rekan dosen lainnya, silahkan mendaftar untuk menjadi anggota FDI terlebih dahulu di http://fdi.or.id/
Semoga program ini bermanfaat bagi kita semua.

Unduh di sini

Jumat, 28 Februari 2020

FDI Gelar Workshop Blended Learning


Forum Dosen Indonesia menggelar "Workshop Blended Learning Model Sinkron dan Asinkron" bertempat di Ruang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan (28/2) dengan pembicara Dr. Djadja Achmad Sarjana, ST, MM.

Acara dihadiri oleh 50-an peserta dari berbagai kampus di Jakarta dan sekitarnya yang mengikuti acara penuh antusias. Acara dibuka oleh Wakil Dekan FSH UIN Jakarta Dr. Syahrul A'dam dan sambutan oleh Ketua FDI Jakarta Dr. Khamami Zada dan Sekjen FDI Yanuardi Syukur mewakili Ketua FDI Dr Irma Sagala.

Sebelum masuk materi, acara diisi dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara FDI dengan FSH UIN dalam tridharma perguruan tinggi.

Pelatihan ini dirasakan sangat penting oleh peserta karena mereka dapat memadukan pembelajaran offline dan online menggunakan server fdi.kuliahdaring.id.

Berkas Perjanjian Kerja Sama FDI-FSH UIN Jakarta

Acara juga dibarengi dengan praktik kuliah daring. Menurut Dr. Djaja, metode blended learning sangat membantu para dosen dan mahasiswa, karena mereka dapat belajar dari handphone masing-masing.

Selain itu, mahasiswa juga bisa menjadi presenter atau berkomentar secara live. Hal ini berbeda dengan platform lainnya yang hanya bisa satu arah.

Menutup materinya, Dr. Djadja mengatakan bahwa "sekolah adalah tempat yang menyenangkan." Maka, metode pembelajarannya juga harus diusahakan menyenangkan.

Jumat, 21 Februari 2020

Pendidikan Jiwa Bangsa

Oleh: Ismail Suardi Wekke*
Sekelompok anak-anak pulang sekolah, baju merah putihnya dilepas dan dilempar ke atas batu. Tas sekolahpun disimpan di atas bebatuan. Siang itu terik. Mereka langsung loncat ke laut. Bermain, tertawa, dan kemudian saling mengejar.

Cita-citanya tak tinggi. Hanya membayangkan menjadi nelayan saja. Menggantikan ayahnya suatu saat nanti ketika sudah menua. Menyiapkan bahan makanan bagi keluarga, dan ikut menemani ibunda tercinta sesekali di dapur. Sembari bercerita tentang laut. ketika bayangan tentang dunia hanya terlintas ketika bertemu dengan wisatawan mancanegara yang melangkah ke Raja Ampat. Setelah itu, kembali asyik dengan dunianya sendiri.

Dunia dimana alam menjadi tempat bermain. Tidak perlu pusat pembelanjaan yang menjadi tempat untuk bermain. Perjalanan ke sekolah cukup dengan jalan kaki. Bahkan alampun menjadi kelas, ruangan sekolah berbagi dengan kelompok belajar lain secara bergantian. Sekolahpun tidak memerlukan komputer sebagai media pembelajaran. Guru tidak menceritakan tentang cendrawasih tetapi menunjukkan langsung sosok burung itu.

Itu gambaran sekilas anak-anak di kampung Saporkren, Raja Ampat, Papua Barat. Kalau tinggal di tepi laut, ya kemampuan berenang perlu dilatihkan sejak kecil. Bahkan bagi suku Bajo yang tinggal lebih banyak di laut, sejak masih orok sudah diceburkan ke laut.

Pendidikan sejatinya bagaimana seorang individu beradaptasi dengan lingkungan. Tak perlulah saya cerita tentang orang lain. Saya cerita diri saya sendiri. Pendidikan telah mengasingkan saya dari lingkungan sendiri.

Lahir di perbukitan Camba, Sulawesi Selatan. Dikelilingi sawah dan kebun kemiri. Tetapi karena menempuh Pendidikan sampai ke kota, akhirnya tak pulang kampung dan justru tidak bisa hidup di kampung. Pekerjaan yang ditekuni tidak ada urusannya di kampung.

Demikian pula anak-anak yang berenang tadi. Ketika mereka memasuki usia pendidikan sekolah menengah, harus meninggalkan kampung halaman. Berpindah ke pulau lain untuk mengeyam pelajaran sekolah menengah sampai pada Pendidikan tinggi. Mereka akan mengalami pergantian alam dan justru hidup di perkotaan dengan budayanya sendiri. Kehangatan keluarga dan kerabat harus ditinggalkan demi selembar ijazah yang menjadi syarat untuk pekerjaan. Hidup di asrama atau bahkan di kontrakan, demi harapan masa depan.

Jangan sampai pendidikan kita akan mengasingkan murid dari lingkungannya. Walau tetap diperlukan penguasaan teknologi tetapi bukan berarti konsumen teknologi. Maka, dalam konteks kemasyarakatan Pendidikan pesantren senantiasa berusaha relevan dengan kebutuhan masyarakat.


***

Bagi masyarakat Finlandia, Pendidikan terbaik bagi mereka tersedia di Finlandia. Sekolah dan lembaga pendidikan akan menautkan pengalaman belajar dengan lingkungan yang didiami. Institusi pendidikan menjadi pertemuan belajar dengan lingkungan yang menjadi tempat tinggal murid.

Selain itu pendidikan justru menjadi peluang untuk menyadarkan pelajar akan aspirasi lingkungan. Kita bisa menyaksikan Indonesia hadir hari ini sepenuhnya karena kesadaran para pelajar yang berlayar jauh ke negeri Belanda. Di masa mereka belajar, justru menyerap ide-ide pembebasan bangsa dari penjajahan Belanda.

Sekembalinya ke tanah air, pengalaman belajar yang diperoleh justru menjadi daya dukung untuk mengusahakan proklamasi. Akhirnya, kita menikmati kewujudan Indonesia sampai saat ini. Semuanya itu salah satunya dimulai dari bangku Pendidikan.

Pesantren As’adiyah di Sengkang, Sulawesi Selatan, mewajibkan alumninya untuk mengabdi di masyarakat selama setahun usai lulus dari jenjang Aliyah. Bahkan, setiap Ramadhan santri-santri disebar ke pelbagai wilayah sampai ke luar pulau Sulawesi untuk menjadi pelayan umat melalui tugas imam masjid dan juga ceramah. Begitu pula mengajar di madrasah diniyah.

Dari dua studi kasus ini menunjukkan sekali lagi bahwa Pendidikan merupakan instrumen masyarakat. Jangan sampai apa yang menjadi materi belajar di sekolah justru sama sekali tidak berhubungkait dengan kehidupan itu sendiri.

Manusia seperti burung. Tempat terbaik bagi burung adalah sarangnya sendiri. Bukan sarang burung lain. Pepatah memesankan “setinggi-tinggi burung kembali ke sarangnya jua”. Begitulah manusia, kemanapun pergi selalu terpaut hatinya dengan rumahnya sendiri. Maka, seorang murid keterpautan dengan lingkungannya yang merupakan “sarang”, itulah yang perlu diperkenalkan sejak dini. Bukan mengenalkan “sarang” orang lain.

Belanda mewajibkan setiap murid untuk terampil berenang. Bahkan ada uji kompetensi itu di sekolah dasar. Misal ini bukan tentang Belanda melainkan terkait dengan lingkungan. Negara Belanda dikelilingi oleh sungai-sungai. Ketika seorang warga tidak bisa berenang, bisajadi akan ada kasus kematian yang terjadi karena ketidakmampuan berenang. Maka, diwajibkanlah kemampuan berenang itu untuk dikuasai setiap warga sejak anak-anak sekalipun.  Termasuk kepada orang asing yang juga belajar di Belanda pada tingkatan sekolah dasar.

***

Lalu apa yang dapat kita lakukan?. Tindakan yang diperlukan adalah menghubungkan pengalaman belajar dengan keperluan lingkungan. Anak di daerah pesisir, perlu dilatih untuk mengenal ikan, termasuk bagaimana menjaga lingkungan perairan.

Begitu pula dengan kearifan lokal perlu diperkenalkan sejak dini melalui institusi Pendidikan. Seperti sasi di masyarakat Papua. Sasi merupakan tradisi berpantang untuk mengambil sesuatu dari alam. Baik berpantang dalam komoditas tertentu atau Kawasan tertentu dalam jangka waktu yang disepakati.

Bisa jadi, masyarakat pesisir Raja Ampat belum sampai ke revolusi industri 4.0. mereka bahkan masih menantikan listrik ataupun signal telepon, dan juga koneksi internet. Dalam konteks ini, mereka tidak memerlukan pidato tentang 4.0. Tetapi tetap bahagia dengan ketiadaan listrik. Walau belajar di malam hari kadang ditemani dengan temaram lilin saja.

Institusi Pendidikan melalui guru, perlu didorong untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan lingkungan masing-masing murid. Tidak harus sama dengan pulau lain, dimana alam dan lingkunganya yang juga berbeda. Termasuk bahan bacaan yang juga perlu didorong untuk diterbitkan secara regional. Tidak harus bacaan dari Jakarta dikirim ke Papua, dimana minat cerita yang tentu saja berbeda. Guru dilatih dan diberi kesempatan untuk menuangkan ceritanya sendiri ke buku yang akan dijadikan sebagai materi belajar.

Dinas Pendidikan yang juga mengemban kebudayaan diberi kesempatan memproduksi film dengan kerjasama swasta. Film-film yang dijadikan bahan ajar tidak harus bernuansa ibukota. Setiap pulau perlu memproduksi filmya sendiri-sendiri. Itu pulalah yang menjadi percakapan warga. Tak harus film seperti “Ada Apa dengan Cinta” yang menjadi percakapan bersama dari Merauke ke Sabang. Sesorongnya, produksi film beragam sebagaimana kebinekaan Indonesia.

Demikian pula soal lagu. Tak harus semuanya menyanyikan lagu Korea ataupun menggemari K-Pop. Koleksi lagu Indonesia yang berasal dari semua daerah, tidak kekurangan. Maka, mengenalkan dan mempromosikan lagu-lagu daerah sama bagusnya dengan mengenalkan lagu berbahasa asing. Begitu juga dengan lomba pidato bahasa Inggris, tetap penting. Sama pentingnya dengan lomba pidato bahasa daerah, sebagai contoh lomba pidato Bahasa Bugis bagi sekolah-sekolah di wilayah yang berbahasa Bugis.

Satu pertanyaan sebagai akhir. “Dapatkah manusia bisa hidup tanpa mengenal teknologi?” bisa saja. Kita bisa menyaksikan masyarakat Badui, begitu pula masyarakat Kajang. Keduanya memilih untuk tidak menggunakan teknologi. Hanya sepenuhnya hidup dengan menjaga kelestarian alam. Bukan menjauhi, tetapi memilih untuk menggunakan sekadarnya. Mereka tetap saja Bahagia dan bahkan tetap menikmati kehidupan ini.

Maka, teknologi bukan segalanya. Mengajarkan penggunaan teknologi bukanlah pelajaran wajib dalam hidup. Kewajiban setiap murid justu terletak pada bagaimana menjaga relasi dirinya dengan alam yang menjadi wujud dari hadirnya Allah. Ketika manusia mengenal alam, maka itu bagian dari usaha untuk mengenal Allah. Menjaga alam sesungguhnya menjaga kehidupan itu sendiri. Itulah yang menjadi tugas utama dan pertama Pendidikan. *

Ismail Suardi Wekke, Ketua DPD FDI Papua Barat.

Jumat, 31 Januari 2020

Menanti Arahan Haluan Pendidikan Bangsa

Oleh: Ismail Suardi Wekke, Ph.D*
Seratus hari berlalu sejak Kabinet Indonesia Maju sudah ditabalkan. Kita masih saja menanti “kemana arah pendidikan bangsa hendak dibawa?”. Setelah eksperimen lima tahun di 2014-2019 tidak lagi dilakukan, pemisahan antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi.

Sekarang secara administratif justru diwujudkan eksperimen baru, fungsi riset pendidikan tinggi diiplementasikan melalui Kementerian Riset dan Teknologi, sementara fungsi dua dharma lainnya dikoordinir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Akankah perjalanan bangsa kita berlangsung dengan eksperimen dari kabinet ke kabinet?”.

Sebelum itu, kami hendak mengajak pembaca untuk menengok posisi pendidikan Indonesia dalam konteks bangsa. Pendidikan Indonesia diprakarsai oleh lembaga pendidikan keagamaan. Di masyarakat muslim, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam, Mathlaul Anwar, Tarbiyah Islamiyah, Darul Da’wah Wal Irsyad, Al Khairat, As’adiyah.

Sementara di masyarakat Katolik ada Atmajaya, Sanata Dharma, Charitas, Xaverius, Kanisius, De Britto, Pangudi Luhur. Juga di masyarakat Kristen terdapat Penabur, Huria, Eben Haizer, Duta Wacana, Immanuel, Petra.

Baik Masjid maupun Gereja, juga Pura bersama-sama menginisiasi lembaga pendidikan. Bahkan sebelum ada label negeri dalam sebuah intitusi pendidikan. Lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat sudah lebih awal wujud bahkan tanpa pendanaan dari negara yang saat itu bahkan belum terlembagakan. Justru lembaga pendidikan keagamanlah yang menopang berdirinya negara kita.

Secara khusus, artikel kami menguraikan lembaga pendidikan Islam. Bukan berarti bahwa lembaga pendidikan keagamaan yang dikelola oleh masyarakat lain tidak berarti, tetapi kami yang tidak arif dalam kajian tersebut.

Lembaga pendidikan seperti Gontor, mampu bertahan sampai sekarang sejak 1926. Apa yang menjadi daya dukung? Diantaranya, Panca Jiwa pondok yang menjadi bagian dari “doktrin” pembelajaran. Bisajadi kita menyebutnya dengan istilah Pendidikan Karakter. Sejak awal pendirian sampai sekarang, doktrin itu tidak pernah berubah. Berarti dalam pendidikan perlu ada konsistensi. Bukan dengan uji coba semata. Untuk sebuah minyak angin saja tidak memungkinkan coba-coba, apalagi untuk pendidikan.

Tidak hanya di Gontor, lembaga pendidikan Islam tersebar di Tebuireng, Denanyar, Guluk-guluk, Kprayak, Mangkoso, Sengkang, Padang Panjang, Tamalanrea, Kombos. Sementara YAPIS di Tanah Papua tidak saja untuk masyarakat muslim tetapi bahkan warga Protestan dan Katolik juga turut bergabung di dalamnya. Lembaga pendidikan inilah yang justru menjadi institusi pendidikan dimana tidak semua anak bangsa dapat ditampung di pendidikan negeri.

Dengan demikian, ketika mendiskusikan pendidikan bangsa ini, pendidikan swasta, dan pendidikan keagamaan tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Sementara kementerian hanya berkutat pada pendidikan negeri semata. Lembaga Pendidikan tersebut bukan hanya fasilitator untuk keperluan administrasi Pendidikan semata, bahkan melampaui tugas Pendidikan. Lembaga berkenaan bahkan juga menjadi perekat harmoni kebangsaan.

Sementara Al Khairaat di Palu dan Nahdhatul Wathan di Lombok, ketika bencana melanda menjadi bagian masyarakat untuk penanggulangan bencana. Lembaga Pendidikan tidak berkutat di kelas semata tetapi juga memainkan peranan dalam mitigasi bencana dan juga proses recovery baik fisik maupun psikis.

Pendidikan bukan soal bekerja saja, tetapi menghubungkan antara pengalaman belajar dengan kehidupan nyata. Sehingga apa yang dipelajari di bangku sekolah, juga berasal realitas sehari-hari. Masyarakat yang berada di pesisir, tentu lebih memerlukan sekolah kejuruan dalam bidang perikanan dan kelautan, dan bukannya justru kejuruan dalam bidang pertanian. Jikalau terjadi ketidaksesuaian antara kehidupan nyata dengan pembahasan pelajaran di sekolah, itulah yang menjadi awal dari masalah pendidikan kita.

Slogan “link and match” sesungguhnya berada di sini, bukannya justru apa yang dipelajari hanya semata-mata perlu dikaitkan dengan kebutuhan industri semata. Kemampuan lulusan sekolah untuk hidup di masyarakatnya sendiri lebih diperlukan berbanding menyiapkan pekerja untuk diserap lapangan kerja. Padahal, bisajadi lapangan kerja yang ada, justru sudah berubah dengan materi yang diajarkan ketika proses pembelajaran sementara dilaksanakan.

Pendidikan berubah bukan pada kurikulum. Tetapi menymakan persepsi dalam rangka menghadapi tantangan zaman yang berubaha sesuai dengan keadaan zaman itu. Agenda kebangsaan juga mengalami dinamika sesuai dengan keadaan bangsa dan tantangan global yang senantiasa melingkupi.

Satu hal lagi, media pendidikan bisa saja berubah. Bahkan jargon 4.0 mulai digunakan sebagai bagian dari pidato para pejabat dan juga tema seminar. Namun, di balik itu pendidikan tetap seperti itu adanya sampai kiamat. Pendidikan sejatinya merupakan bagian kehidupan itu sendiri. Perabot boleh berbeda tetapi sikap manusia tetap saja sama.

Mari sejenak kita melihat masyarakat pesantren. Zaman berubah, teknologi berkembang, dan juga industri mengalami revolusi. Namun, sikap pesantren terhadap teknologi dan semua perubahan itu tetap saja sama. Menjadikan itu semua sebagai benda atau “keduniawiaan”, sehingga tidak menuhankan benda. Materi dianggap sebagai jalan kedekatan menuju Allah. Bukan justru mempertuhankan benda dan menyingkirkan manusia dari hati.

Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan Indonesia yang justru tumbuh dari Rahim Indonesia itu sendiri. Sekali lagi kami menyebut Gontor. Ketika diasaskan, Gontor melakukan benchmark terhadap empat Lembaga yaitu Al-Azhar (Mesir), Syanggit (Mauritania), Aligarh (India), dan Santiniketan (India). Keempat Lembaga tersebut dengan kekhasan masing-masing dijadikan sebagai acuan dan diadaptsi ke dalam budaya Indonesia sendiri.

Studi kasus Gontor ini memberikan pesan bahwa sebuah Lembaga Pendidikan juga terkait dengan gagasan dan cita-cita pendiri. Begitu pulalah Indonesia, negara ini didirikan dengan cita-cita para pendiri bangsa. Salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, Pendidikan kita perlu diarahkan untuk itu. Bukan hanya untuk menjadi pekerja industri.

Pendidikan Indonesia, tidak harus menjadikan satu-satunya tolok ukur seperti PISA ataupun urusan rangking lainnya. Demikian pula perguruan tinggi yang tak harus mengikuti perlombaan rangking. Kalaupun itu dipandang perlu sebagai bentuk ikhtiar untuk mendudukkan perguruan tinggi Indonesia bersanding dengan perguruan tinggi lain secara global, maka cukup dengan mandate yag diperluas. Tak perlu semuanya harus mengikuti perangkingan. Jika world class university menjadi satu acuan, ada acuan lain yang dapat digunakan seperti community based university, ataupun entrepreneur university. Model perguruan tinggi bukanlah tunggal hanya dengan perguruan tinggi riset. Model pilihan itu tentu untuk memenuhi keperluan masyarakat. Bukan untuk memuaskan keperluan masyarakat lain.

Sebagaimana penataan Kawasan ataupun kota bukanlah semata-mata untuk destinasi wisatawan. Bagian yang paling penting justru supaya penduduk dan masyarakat nyaman di kotanya sendiri. Bukan dengan menyiapkan kota itu untuk didatangi oleh orang lain dan tidak mempertimbangkan masyarakat sendiri sebagai penduduk. Ketika itu nyaman untuk warganya sendiri, maka pengunjungpun tentu akan nyaman.

Akhirnya, inilah yang menjadi ketidakpahaman kami jika ada suara yang menginginkan untuk berkiblat ke negara lain. Pertanyaan kami adalah “kenapa pula takjub dengan pendidikan luar negara, sementara kehidupan mereka justru berbeda sama sekali dengan pendidikan Indonesia?”.

Pendidikan perlu mengakar kepada keperluan masyarakat dan untuk keperluan masyarakat Indonesia sendiri. Bukan dengan takjub melihat pendidikan negara lain dan kemudian Pendidikan kita terasing di masyarakatnya sendiri. Jika itu terjadi, maka Pendidikan tak lagi menjadi sarana kehidupan tetapi justru menjadi mimpi buruk. Semoga itu tidak terjadi.*

*Ismail Suardi Wekke, Ph.D, 
Ketua DPD Forum Dosen Indonesia Papua Barat

FDI Kepulauan Riau Terbentuk, Prof. Chablullah Terpilih Sebagai Ketua

Pengurus FDI Kepulauan Riau 

Pembentukan FDI Riau berdampak pada terbentuknya FDI Kepulauan Riau. Mandat pembentukannya diberikan kepada Dr. B. Herawan Hayadi,S.Kom.M.Kom yang ditandatangani oleh  ketua umum FDI Dr. Irmawati Sagala,S.IP, M.Si.,MSHS pada 27 Janurari 2020 di Bandung.

"Setelah melakukan mekanisme panjang untuk penentuan kepengurusan FDI Kepri, maka alhamdulillah terpilih ketua Forum Dosen Indonesia (FDI) Kepri 2020-2023, Prof. Dr. Ir. Chablullah WIbisono, M.M," kata Dr. Herawan.

Prof Chablullah dibantu oleh Ketua I Dr. dr. Dahlan Gunawan.S.Ked., MARS. M.Kes, Ketua II Dr. Sumardin,M.Si serta Sekretaris Dr. B. Herawan Hayadi,S.Kom.M.Kom. Bendahara Andi Auliya Ramadyany,SE.,M.Ak.

Juga dibentuk bidang IT yang ditangangi oleh Muhammad Ropianto,S.Kom,.M.Kom.

Pembentukan pengurus diselenggarakan di Universitas Ibnu Sina pada 30 Januari 2020.

Peran FDI sangat bagus bagi dunia pendidikan sesuai dengan nilai-nilai strategis bagi pendidikan tinggi Indonesia. Juga sebagai organisasi profesi dosen yang bisa menjadi wadah lahirnya gagasan-gasan besar dalam pengembangan sistem pendidikan tinggi.

Outputnya antara lain berupa jurnal tentang higher education, evaluasi pearturan perundangan, naskah akademik bahkan rancangan peraturan perundangan terkait pendidikan tinggi dan profesi dosen.

Dr. Herawan mengatakan, "Dosen semestinya menjadi stakeholders penting dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut, bukan hanya sebagai objek bahkan proyek peraturan yang kadang di luar nalar akademik. Menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan pendidikan tinggi dan mutu dosen, misalnya sebagai sarana alternatif dalam jaminan kualifikasi dosen dan lainnya."

Menurutnya, FDI dapat menjadi fasilitator dan motivator lahirnya karya-karya akademik bermutu dan bermanfaat bagi bangsa. Bagi institusi Perguruan Tinggi, FDI dapat menjembatani interaksi civitas akademika lintas kampus dalam melakukan kerjasama-kerjasama Tridharma PT baik secara institusional maupun personal.

Ketua dan Sekretaris FDI Kepri

Output dari interaksi ini akan bisa secara langsung dirasakan oleh civitas kademika dan juga dalam peningkatan image kampus. Beberapa point penilaian akreditasi misalnya, akan sangat terbantu dengan keaktifan dosen dalam organisasi profesi beserta jejaringnya. Bahkan “sekedar” kartu anggota organisasi profesi pun bisa membantu mengisi borang akreditasi.

FDI juga menurutnya dapat sebagai wadah membangun jejaring karya Tridharma dan aktualisasi diri yang outputnya akan sangat bermanfaat membantu memenuhi beban kerja dosen. Program kuliah daring FDI, panitia seminar dan pengelola jurnal misalnya, bisa digunakan sebagai kegiatan PkM atau kegiatan penunjang dalam laporan kinerja dosen (LKD).

Sesama anggota juga bisa melakukan kegiatan penelitian kolaboratif lintas perguruan tinggi serta kegiatan-kegiatan akademik lainnya. Sebagai sarana koordinasi dan gerak bersama dalam penguatan profesi dan penyelesaian permasalahan-permasalahan di lingkungan dosen. [b/ys]

Senin, 27 Januari 2020

Lebih Dekat dengan Ketua FDI Riau-Kepri Dr Junaidi

Dr. Junaidi (foto: FB Unilak)
Doktor Junaidi baru saja terpilih secara aklamasi sebagai ketua DPD FDI Riau-Kepri.

Junaidi lahir di Bangkinang, 2 Desember 1972. Menamatkan pendidikan sarjana dari Universitas Padjadjaran Bandung, master dari Universitas Gadjah Mada, dan doktor dari University of Malaya, Malaysia.

Pada 7 November 2019, Junaidi dilantik sebagai Rektor Universitas Lancang Kuning periode 2019-2023. Prosesi pelantikannya dilakukan oleh Ketua Yayasan Pendidikan Raja Ali Haji (Yasrah) Irwan Effendi di Aula Gedung Pustaka Unilak Jalan D.I. Panjaitan Rumbai, Pekanbaru.

Junaidi aktif dalam publikasi ilmiah. Artikelnya yang telah terbit diantaranya adalah "Praktik Etnomedisin dalam manuskrip obat-obatan tradisional Melayu", "Terrorism and multiculturalism issues in the frame of the mass media in Indonesia", "Islam dalam jagad pikir Melayu", dan lain sebagainya.

Adapun Unilak, tempat Doktor Junaidi mengabdi sebagai rektor, didirikan oleh Yayasan Raja Ali Haji pada 9 Juni 1982 yang diprakarsai oleh Pemerintah Provinsi Riau para tokoh masyarakat Riau.

Tujuan utamanya adalah membantu siswa-siswa yang saat itu tidak mampu ditampung oleh perguruan tinggi negeri yang ada di Riau serta yang tidak mempunyai biaya yang cukup untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi di luar Riau, sedangkan mereka memilih minat yang tinggi untuk lanjut studi.

Nama Lancang Kuning sendiri diambil dari jenis kapal komando dalam armada Kerajaan Melayu Riau. Sementara itu, yayasan yang menaunginya diambil dari nama pujangga masyhur dan negarawan, Raja Ali Haji. [ys]



Rektor Universitas Lancang Kuning Terpilih Sebagai Ketua Umum FDI Riau-Kepri

Peserta pembentukan DPD FDI Riau-Kepri
Rektor Universitas Lancang Kuning (Unilak) Dr. Junaidi, S.S, M.Hum terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum FDI Riau-Kepri lewat musyawarah yang digelar di Kampus Unilak Riau, Jumat (24/1).

Lewat Surat Mandat Ketua Umum DPP FDI nomor PP/B/0T.3/13/01/2020, Junaidi menerima mandat untuk melakukan segala persiapan dan pembentukan FDI di Riau-Kepri.

Tak butuh waktu lama, 13 hari setelah menerima mandat tersebut beliau langsung menggelar musyawarah pembentukan sekaligus pemilihan ketua umum yang juga disaksikan secara online oleh pengurus FDI.

Dalam musyawarah tersebut, forum membahas tentang sejumlah hal terkait keorganisasian, serta memilih ketua FDI Riau dan menentukan jajaran kepengurusan.

Hadir dalam forum tersebut sejumlah dosen dari Universitas Riai, Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negeri Suska, Universitas Lancang Kuning, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Abdurrab, dan sekolah tinggi lainnya.

"Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan teman-teman dosen semua. Dengan terbentuknya  kepengurusan ini maka ke depan kita berharap FDI bisa menjadi wadah silaturahmi dan komunikasi para dosen di Riau. Harapan selanjut wadah ini mampu membantu dalam pengembangan kualitas dosen dan pendidikan tinggi Indonesia," kata Dr Junaidi seusai pertemuan perdana FDI Riau di kampus Unilak.

Terkait mandat pembentukan FDI Kepri yang diterimanya, Junaidi mengatakan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan sejumlah dosen senior di provinsi tersebut. Sehingga para dosen di provinsi Kepri juga dapat membentuk kepengurusan daerah FDI sendiri.

Selamat untuk Dr. Junaidi dan DPD FDI Riau-Kepri. [riauin.com/ys]

Senin, 20 Januari 2020

Mengenal Ketua FDI Papua Barat Ismail Suardi Wekke

Ismail Suardi Wekke, Ph.D

Ismail Suardi Wekke, dilahirkan di Camba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada tanggal 10 Januari 1977. 
Menghabiskan masa kanak-kanak di Camba sampai menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Inpres No. 4 Tobonggae di Balle, Camba, tahun 1989.

Selanjutnya secara bersamaan ia menyelesaikan pendidikan Madrasah Tsanawiyah Pesantren IMMIM dan Sekolah Menengah Pertama Pesantren IMMIM, 1992. Ia juga menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Pesantren IMMIM dalam jurusan Ilmu Pendidikan Sosial yang ketika itu diistilahkan A3.

Ketika di pesantren, Ismail aktif dalam berbagai kegiatan yang mengasah berbagai potensinya. Antara lain ia pernah aktif di konsulat santri Maros, ISTAMAR (Ikatan Santri Asal Maros), dan mengemban amanah sebagai Ketua Departemen Pengembangan Bahasa Ikatan Santri Pesantren Modern (1994-1995). 

Sebagai pengurus ISPM (OSIS), ia sukses melaksanakan Lomba Keterampilan Berbahasa Inggris dan Arab se-Sulawesi Selatan. Sementara di Pramuka ia pernah diamanahkan sebagai Ketua Departemen Penerangan (1994-1995).

Pendidikan Tinggi

Ismail menyelesaikan pendidikan tinggi berturut-turut di Institut Agama Islam Negeri Alauddin Ujung Pandang 1999, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malang 2002, dan terakhir di Universiti Kebangsaan Malaysia 2009. Semuanya dalam jurusan Pendidikan Bahasa Arab. 

Musim Panas 2002 mendapatkan kesempatan dalam Internship International Program di Western Carolina University dalam jurusan pendidikan bahasa dengan sponsor APEX USA dan Pemerintah Kabupaten Maros yang saat itu dijabat oleh H. Andi Najamuddin. 

Pendidikan magister di STAIN Malang diselesaikan dengan dukungan beasiswa Budaya dan Masyarakat dari Ford Foundation yang dikelola International Education Foundation. Sementara pendidikan doktor ia selesaikan dengan beasiswa dari Ford Foundation International Fellowship Program yang dikelola International Education Foundation.

Ketika mahasiswa bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Tarbiyah IAIN Alauddin dan diamanahkan sebagai Sekretaris Umum. Selanjutnya di Koordinator Komisariat IAIN Alauddin mengemban amanah sebagai Bendahara Umum, di Cabang Ujung Pandang sebagai Departemen Administrasi dan Kesekretariatan, dan terakhir sebagai Wakil Bendahara Umum. 

Adapun pada tingkatan Pengurus Besar HMI diamanahkan sebagai Departemen Hubungan Internasional (2003-2005) di masa kepemimpinan Hasanuddin, dan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal bidang Hubungan Internasional (2006-2008) di bawah kepemimpinan Fajar R. Zulkarnain hasil Kongres Himpunan Mahasiswa Islam di Makassar (2006).

Dalam organisasi intra kampus, Ismail Wekke terpilih sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (1997-1998) dan Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah (1998-1999). Begitu juga di Koperasi Mahasiswa Alauddin ia pernah diamanahkan sebagai Sekretaris Umum (1998-2000), walau harus berhenti di tahun 1999 karena sudah menyelesaikan pendidikan sarjana di tahun tersebut. 

Sepanjang perkuliahan di jenjang sarjana menerima beasiswa antara lain Beasiswa Supersemar, Beasiswa AMCHAM Indonesia, Beasiswa Kerja Departemen Agama, dan Beasiswa ORBIT ICMI.

Karier Akademik

Karir sebagai dosen diawali di Universitas Indonesia Timur 2002-2004. Selain itu, ia juga mengajar di Akademi Pariwisata Fajar 2003-2004. Setelah menyelesaikan pendidikan doktor, Ismail kembali ke Universitas Fajar sampai tahun 2010. Pada 2009-2010, ia mengajar dengan status dosen luar biasa di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin; dan Fakultas Sains dan Teknologi dan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 

Setelah itu, ia berstatus sebagai dosen kontrak di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong sampai Desember 2010. Mulai Januari 2011, Ismail diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama RI dan ditempatkan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong.

Sejak berada di Kota Sorong, Ismail juga mengabdikan ilmunya di Universitas Muhammadiyah Sorong (2010-2014), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Sorong (2011-sekarang), dan Universitas Victori (2012-2014). Ia juga menjadi dosen tamu di pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau (2015-sekarang), Institut Agama Islam Negeri Kendari (2016-sekarang), Institut Agama Islam Negeri Kendari (2016-sekarang), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kediri (2017-sekarang).

Ketika memulai status sebagai dosen kontrak di STAIN Sorong, Ismail diamanahkan sebagai Kepala Pusat Penjaminan Mutu dan juga Kepala Pusat Bahasa sampai 2012. Saat itu, ia hanya mengemban tugas sebagai Kepala Pusat Penjaminan Mutu sampai 2017. Pada Februari 2017, ia dilantik sebagai kepala Unit Teknologi Informasi dan Pangkalan Data STAIN Sorong. 

Dalam kapasitas sebagai Kepala Pusat Penjaminan Mutu, Ismail turut bergabung dalam tim pembukaan program studi baik tingkat strata satu maupun strata dua. Saat pembentukan tim pembukaan strata dua diamanahkan sebagai sekretaris tim sampai diberikan ijin penyelenggaraan program studi. Selanjutnya, diamanahkan sebagai ketua program studi sejak 2015.

Kolaborasi

Ismail Wekke juga mendapatkan amanah sebagai Wakil Ketua Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) untuk periode 2015-2020. Dalam periode tersebut, ia menjalankan program kolaborasi dengan pelbagai pihak, antara lain Kolej Yayasan Pahang dalam kegiatan International Conference on Islamic Higher Education (2016). Dalam kapasitas Wakil Ketua MASIKA ICMI, ia menggagas Akademi Tunas Cendekia Indonesia sekaligus menjabat sebagai direktur.

Untuk pengembangan kompetensi di tingkat wilayah Asia Tenggara, Ismail bergabung dalam ASEAN Comparative Education Research Network (ACER-N) yang bersekretariat di Universiti Kebangsaan Malaysia sejak 2015. Sekaligus turut dalam Scientific Committee ACER-N dalam konferensi ACER-N di Universiti Kebangsaan Malaysia (2015), Universitas Negeri Padang, Indonesia (2016). Turut pula bergabung dalam Indonesia-Malaysia Research Consortium.

Pada November 2016, Ismail turut memprakarsai pendirian Southeast Asia Academic Mobility (SEAAM) yang bertujuan mengembangkan kolaborasi perguruan tinggi di Asia Tenggara. Jaringan tersebut menjadi wadah untuk kerjasama dan sinergi pendidikan tinggi. Secara berkala melaksanakan simposium, konferensi, dan seminar. 

Beberapa diantaranya International Postgraduate Research Conference (Manado, 2016), International Conference on Islam and Local Wisdom (April, 2017), International Symposium on Frontiers of Southeast Asia Studies (Oktober, 2017). Begitu pula menerima amanah sebagai peneliti senior di Malindo Research Center. Ia juga pernah sebagai ketua panitia International Conference on Ethics in Governance (ICONEG) Universitas Muhammadiyah Makassar (2016).

Sementara dalam beberapa konferensi lainnya, ia pernah sebagai Scientific Committeee, antara lain International Student Conference on Islamic Studies (ISCIS) Manado 2016, International Conference on Civic Education, Universitas Negeri Padang (2016), International Conference On Islamic Bussiness Law: Sharia Compliance, Universitas Airlangga, Surabaya (2016).

Ismail Wekke juga pernah mendapatkan kesempatan untuk menjadi dosen tamu di beberapa perguruan tinggi antara lain Far Eastern Federal University, Rusia (2012), Hong Kong University, China (2013), Universida de Macau, China (2014), Linkoping University, Swedia (2015), Universiti Sultan Zainal Abidin, Malaysia (Sejak 2015), Kolej Yayasan Pahang, Malaysia (sejak 2015), Fakulti Tamadun Islam Universiti Teknologi Malaysia (2016), dan Dalat University, Vietnam (2017).

Secara rutin, Ismail mempublikasikan tulisannya di berbagai media. Publikasi dalam konferensi, seminar, buku, atau artikel dapat dibaca di http://stainsorong.academia.edu/IsmailWekke  dan http://researchgate.net/profile/Ismail_Wekke. Adapun profil di Google Cendekianya dapat dibaca di http://scholar.google.co.id/citations?user=_OZwmJ8AAAAJ&hl=en.

Karya Tulis

Hingga tahun 2019, Ismail Suardi Wekke telah menulis 13 buku 131 artikel jurnal, dan 103 artikel prosiding. Minat kajian dan risetnya berkaitan dengan bahasa, pendidikan, agama Islam dan kebudayaan.

Buku yang ditulisnya adalah sebagai berikut:

1. Islam, Keindonesiaan, & Postmodernitas: Gagasan Pembaruan Pemikiran Gelombang Kedua Himpunan Mahasiswa Islam (Inteligensia Media, 2017; Muhammad Sabri, Ismail Suardi Wekke & Muh. Ikhsan).

2. Menapak Perguruan Tinggi (Gawe Buku, 2018; Ismail Suardi Wekke, Wahyu Muslimin, Ahmad Kurniawan Razak, Mujahidah Suardi, Ikhsan Sari Kamal, Akbar Hi. Aksan & Muhammad Ishak).

3. Kepemimpinan Transformatif Perguruan Tinggi Islam (Gawe Buku, 2018; Ismail Suardi Wekke & Hafidah Farwa).

4. GAMBARAN DEMOKRASI: Demografi, dan Perkembangan (Gawe Buku, 2018; Suyatno Ladiqi & Ismail Suardi Wekke).

5. Kekeluargaan, Status dan Gender di Sulawesi Selatan (Gawe Buku, 2018; Hendrik Theodorus Chabot, Alih Bahasa: Ismail Suardi Wekke).

6. Strategi Pembelajaran di Abad Digital (Gawe Buku, 2018; H. Mulyono & Ismail Suardi Wekke).

7. Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Multikultural (Gawe Buku, 2017; Ismail Suardi Wekke).

8. Religion, State and Society: Exploration of Southeast Asia (Political Science Program Department of Politics and Civics Education Universitas Negeri Semarang, 2017; editors: Suyatno Ladiqi, Ismail Suardi Wekke, Cahyo Seftyono).

9. Islam and Local Wisdom: Religious Expression in Southeast Asia (Deepublish, 2017; Supriyanto, Muh. Ikhsan, Ismail Suardi & Fahmi Gunawan Alimin).

10. Pancasila Rumah Kita Bersama, Bab Citra Sorong: Gambaran Model Pancasila (Peniti Media, 2014; Ismail Suardi Wekke dkk).

11. 36 Kompasianer Merajut Indonesia, Bab Kota Manado: Inilah Indonesia Sebenarnya (Peniti Media, 2013; Ismail Suardi Wekke dkk).

12. Indonesia Kita Satu, Bab Meneropong Indonesia: Suatu Anugerah Berbangsa Satu (Peniti Media, 2015; Ismail Suardi Wekke dkk).

13. Menuju Indonesia Berkeadilan, Bab Merawat Semangat Mengatasi Keterbatasan (Indonesia Social Justice Network, 2013; Ismail Suardi Wekke dkk).

Ismail juga rutin menerbitkan artikel jurnal. Hingga awal 2020, ia telah menerbitkan artikel jurnal internasional terindeks Scopus sebanyak 60 lebih. [ys]

FDI Gelar Pelatihan Kuliah Daring

Selain tatap muka, perkuliahan di kampus dapat dilakukan lewat internet atau daring (dalam jaringan/online). Menyadari pentingnya perkuliahan daring, maka FDI menggelar "Pelatihan Perkuliahan Daring" pada yang dimulai pada 28 Desember 2019.

"Pelatihan ini sudah brjalan setiap minggu pada pukul 19:30," kata Djadja Sardjana, pakar teknologi pembelajaran yang juga tutor dalam pelatihan tersebut.





Bagi anggota FDI yang berminat sebagai peserta, mereka dapat mengikuti beberapa cara sebagai berikut:

1. Akses https://fdi.kuliahdaring.id/ di browser.

2. Scroll/Geser ke bawah sampai bagian Meeting.

3. Pilih Room "Kuliah Daring Sinkron"

4. Tulis Nama (Gelar Lengkap+Institusi) & Tulis Password: sinkron

5. Tekan Join, kemudian Pilih "Listen Only"

6. Tekan icon "webcam" kemudian "share webcam" (lihat gambar di  bawah) & Selesai

Dari obrolan di forum tersebut memperlihatkan antusiasme dari peserta pelatihan. Bagi rekan-rekan FDI yang berminat bisa mengikuti petunjuk di atas atau menghubungi Dr. Djadja Sardjana. [ys]


Minggu, 19 Januari 2020

Yanti Mulia Roza Raih Doktor dalam Studi Akomodasi Adat dan Agama di Kabupaten Tanah Datar

Dr. Yanti Mulia Roza

Pengurus DPP FDI Bidang Pendidikan dan Pengajaran Yanti Mulia Roza meraih gelar doktor dari Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan (3/1).

Pengajar IAIN Batusangkar tersebut berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Konflik dan Akomodasi antara Adat dan Agama dengan Pemerintah Sumatera Barat tahun 1999 hingga 2015" dengan studi kasus di Kabupaten Tanah Datar.

Suasana sidang ujian terbuka Yanti Mulia Roza

Yanti yang merupakan Pembina Yayasan Sepakat Maju Insan Kamil, Batusangkar, lulus ujian tersebut setelah menjawab berbagai pertanyaan dari penguji, yaitu Prof. Jamhari, Prof. Azyumardi Azra, Prof. Iin Arifin Mansurnoon, Prof. M. Atho Mudzhar, Prof. Didin Saepudin, dan Prof. Ridwan Lubis.

Selamat untuk Doktor Yanti Mulia Roza. [ys]

Jurnal JAS-PT Terakreditasi Peringkat 5, Ketua Umum FDI: Ke Depan Bisa Meningkat

Sertifikat JAS-PT FDI terakreditasi peringkat 5

Jurnal Analisis Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia (JAS-PT) terbitan Forum Dosen Indonesia telah mendapatkan peringkat 5 dari Ristekdikti.

Sertifikat terakreditasi peringkat 5 tersebut ditandatangi oleh Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Ristekdikti Dr. Muhammad Dimyati pada 11 November 2019.

Peringkat ini berlaku selama 5 tahun.

Ketua Umum DPP FDI Dr. Irmawati Sagala memberikan apresiasi kepada tim yang telah berusaha keras untuk penerbitan jurnal JAS-PT.

"Alhamdulillah, semoga ke depan bisa meningkat," harap Irma Sagala.

Berdasarkan SK FDI No. PP/A/SK/03/09/2018, Jurnal JAS-PT dipimpin oleh Irmawati Sagala, S.I.P., M.Si. (UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi) dan Sekretaris Redaksi Mumuh Mulyana, M.M., M.Si. (STIE Kesatuan).

Sedangkan anggota redaksinya masing-masing Dr. Doddy Irawan, S.T., M.Eng. (Universitas Muhammadiyah Pontianak), Dr. Rozi Fitriza, S.Pd., M.Pd. (IAIN Imam Bonjol Padang), Dr. W. Dyah Laksmi Wardhani, M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Jember), Lena Hanifah, S.H., LLM (Universitas Lambung Mangkurat), dan Supriyono S.Pd. M.Pd. (Unihaz).

Adapun pengelola website JAS-PT adalah Rinda Cahyana, S.T., M.T. (STT Garut) dan Irfan A. Palaloi (Universitas Sulawesi Barat).

Selamat untuk Jurnal JAS-PT! [ys]

Studi Kesultanan Jambi, Irmawati Sagala Raih Doktor dari UIN Syarif Hidayatullah


Dr. Irmawati Sagala
Ketua Umum DPP Forum Dosen Indonesia Irmawati Sagala meraih gelar doktor dalam bidang ilmu agama dan politik pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan (13/1).

Irma menyelesaikan doktornya dengan disertasi berjudul "Islam dan Adat dalam Sistem Pemerintahan Jambi masa Kesultanan dan Kolonial pada tahun 1855-1945" di bawah promotor Prof. M. Atho Muzhar dan copromotor Prof. Iik Arifin Mansurnoor.

Hadir dalam promosi doktor tersebut Rektor UIN Jambi Prof. Su'aidi Asy'ari dan kolega dari FDI.

Sepuluh hari sebelumnya, pengurus FDI Bidang Pendidikan dan Pengajaran Dr. Yanti Mulia Roza dari IAIN Batusangkar juga menamatkan S3 dari UIN Syahid.

Dalam menulis disertasinya, Irma Sagala tidak hanya berkutat pada naskah primer di dalam negeri. Di sela-sela program doktor tersebut, perempuan penuh semangat tersebut juga melanjutkan studi master di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS) Prancis.

Setahun menjelang kelulusannya, lulusan sarjana dari Universitas Andalas, Padang tersebut juga kembali ke Prancis, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya untuk menuntaskan disertasinya.

Irma Sagala saat ujian terbuka

Suasana ujian promosi doktor Irmawati Sagala
Kegigihan Irma mengundang apresiasi dan inspirasi dari berbagai pihak. Hamli Syaifullah, pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga mahasiswa program doktor di kampus yang sama menulis di akun Facebooknya bahwa ia sangat termotivasi untuk mencari data dan menulis lebih serius.

Di FDI, Irma merupakan salah seorang founder lembaga ini. Di masa kepemimpinan Gatut Rubiono, ia menjabat sebagai Sekjen. Bahkan, di sela-sela menulis disertasi ia masih sempat mengajar Bahasa Prancis di FDI dengan penuh antusias.

Dua bulan menjelang promosi doktornya, Jurnal Analisis Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia (JAS-PT) yang diterbitkan oleh FDI mendapatkan sertifikat sebagai jurnal terakreditasi Sinta 5 yang ditandatangani oleh Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan RISTEKDIKTI Dr. Muhammad Dimyati.

Tahniah untuk Doktor Irmawati Sagala! [ys]

Agenda ke Depan

Agenda ke Depan