oleh Amril Arifin
Ada
diskusi yang menarik dari Seminar Nasional dan Poster Ilmiah yang sekaligus
Rakerda FDI DPD Sulawesi Selatan pada 15 September 2016 yang telah berjalan
dengan sukses di Hotel Horizon Makassar. Seminar yang dibuka langsung oleh
Bapak Gubernur Sulawesi Selatan: Dr. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH yang
sekaligus sebagai Keynote Speaker menitipkan peningkatan kualitas
pendidikan di Sulawesi Selatan yang telah menjadi kota tujuan pendidikan di Indonesia Timur.
Diskusi
terkait tentang bagaimana bersinergi juga menjadi salah satu poin, ada ungkapan
Dosen itu orang pintar: satu kepala, satu opini dan satu pendapat, akan sulit
menyatukan mereka. Belum lagi dengan marak dan berkembangnya Organisasi Dosen,
yang jauh sebelumnya sudah ada ADI (Asosiasi Dosen Indonesia), ditambah dengan
ADRI (Ahli-‐ Dosen Republik Indonesia), dan Organisasi Dosen lainnya; serta
disusul dengan Forum Dosen Indonesia atau FDI yang menjadi organisasi dosen
yang terbilang baru.
Tentang Forum
Dosen Indonesia
Berawal dari
Diskusi Group Facebook yang dibentuk oleh Bapak Djoko Luknanto dengan Group
Dosen Indonesia atau GDI pada tahun 2010, group ini memunculkan banyak diskusi
baik terkait bidang ilmu atau topic yang trend seperti energi, maritim dan
lainnya. Traffic group ini cukup ramai dengan berbagai diskusi bahkan
perdebatan sengit, termasuk tentang ide pembentukan organisasi dosen. Pada
akhirnya di 23-‐24 Agustus 2013 melalui pertemuan di STSI Bandung terjadilah
kesepakatan membentuk organisasi Forum Dosen Indonesia yang terbentuk secara
legal dengan akta notaris pada tanggal 8 Januari 2014 di Bandung yang sekaligus
mengukuhkan bahwa DPP FDI berkedudukan di Bandung.
Kerja
keras Pengurus DPP melalui road show yang dilakukan oleh Sekjen Irma Sagala
mengunjungi beberapa daerah, membuahkan FDI saat ini telah memiliki 11 DPD
Se-‐Indonesia; termasuk Sulawesi Selatan yang sejak awal telah ikut
memprakarsai kelahiran Forum Dosen Indonesia. DPD Sulawesi Selatan sendiri
mulai sah dilantik sekaligus penyerahan SK pada 23 Juli 2016, oleh Ketua Umum
DPP FDI Gatut Rubiono.
FDI DPD
Sulsel: Push of Power versus Push of Quality
Beberapa
waktu setelah pelantikan pengurus, tentunya kerja harus dimulai, merumuskan
draft program kerja menuju rapat kerja daerah adalah mutlak untuk setiap
pengurus. Dalam proses itu beberapa media bahkan rekan-‐rekan dosen sendiri
sempat bertanya: apakah FDI akan memperjuangan kenaikan tunjangan dosen, yang
kebetulan pada saat itu bertepatan dengan turunnya SK penghapusan uang makan
bagi dosen DPK; pertanyaan lain adalah apakah ini ada hubungannya dengan akan
mencalonkannya seorang Dosen pada Pilgub mendatang?.
Opini memang
bebas untuk dikemukakan, namun dengan tegas kami sampaikan bahwa tidak hanya
FDI DPD Sulsel, dari DPP FDI pun pastinya akan dengan tegas menyatakan bahwa
FDI bukanlah Push of Power, apalagi melibatkan diri ke issu politis baik lokal
seperti Pilgub maupun nasional. FDI akan tetap pada issu akademis yang sangat
terkait dengan konsentrasi dan spesifikasi kelimuannya. Bahkan pada Aturan
Organisasi FDI: Ketua dan jajaran Presidiumnya pun tidak diperbolehkan
menduduki jabatan setingkat Rektor/Ketua atau Wakil Rektor/Ketua pada
institusinya.
Jika Push of Power
yang dimaksud adalah Push of Quality
maka disitulah ranah dan jalur yang akan dilaluinya, arahnya sudah jelas. Bagi
FDI Kualitas berada pada 4 level/tingkatan; pada level pertama adalah Kualitas
dari Pendidikan itu sendiri; yang selanjutnya pada level kedua: Kualitas adalah
Culture yang ditandai dengan
menyatunya kualitas sebagai budaya; pada level selanjutnya Kualitas adalah Services, pada tingkatan ini setiap
unsur jasa yang diberikan adalah kualitas; dan pada tingkatan yang paling
paripurna Quality is a life; kualitas
telah menjelma dalam kehidupan keseharian kita. Kualitas adalah pengejawantahan dari Profesionalisme,
memikirkan tunjangan adalah sama dengan memikirkan dan bekerja untuk kualitas;
jika kualitas telah menjadi culture,
atau bahkan naik pada level yang paripurna, maka dengan sendirinya kita tidak
pernah akan berpikir tentang tunjangan lagi, ia akan mengalir dengan
sendirinya.
Membangun
Jejaring dan Sinergi
Pada Era MEA
jejaring pastinya akan sangat penting dan bernilai, Karena tanpa jejaring kita
tidak akan pernah mampu memecahkan berbagai persoalan sendirian, dan bukankah
kita memang selalu berhubungan dengan pihak lain?, hal ini Sunnatullah karena
setiap dari kita memiliki keterbatasan. Dalam membangun jejaring dibutuhkan
tekad yang kuat, keramahan, keterbukaan, ketekunan bahkan kesabaran untuk bisa
mendengar dan berbagi. Jika ini terwujud melalui kolaborasi dan sinergi maka
Insya Allah akan terbangun dan terpelihara sampai waktu yang tak terhingga.
Dunia
Akademik juga tidak bisa sendiri, pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi
menghendaki keterlibatan Industri dan Pemerintah; bahkan dengan konsep Quadruple Helix yakni keterlibatan
komunitas, dan Komunitas itu salah satunya adalah FDI. Issu tentang akan
hilangnya berbagai profesi di masa mendatang adalah suatu kepastian, mendidik
mahasiswa hari ini diibaratkan mempersiapkan atlet olimpiade masa depan, yang
sama sekali belum diketahui akan berlaga pada cabang apa, sangat dramatis.
Kondisi ini mengharuskan akademisi turun dan terlepas bebas dari menara
gadingnya, dengan memahami dan mencermati trendwatching
kemana arah industri untuk meramu kurikulum bak seorang chef professional.
Dalam kondisi tersebut banyak Universitas yang mengundang industri untuk masuk
ke perguruan tinggi; namun tentunya levelnya perlu ditingkatkan lagi, seperti
komentar Bapak Ridwan Arif – Dirut Fajar Holding: dengan Universitas yang masuk
ke Industri.
Pelaksanaan
pengabdian masyarakat juga membutuhkan kolaborasi quadruple helix, dengan masih banyaknya daerah tertinggal, melalui
desa binaan dari pemerintah, ataupun para industri, para akademisi akan
menjadikannya sebagai ladang untuk pengabdian, baik itu pelaksanaan dan
pengajaran hasil penelitian ataupun kerja sosial lainnya dalam membantu
peningkatan UKM di daerah setempat, seperti pengajaran ilmu ekonomi dan
akuntansi kepada komunitas pertanian, atau bahkan pelatihan aplikasi IT, bahkan
dengan synergi quadruple helix para
petani tidak perlu memikirkan pemasaran produk, karena ada industri yang siap pada jajaran jejaring dan
kolaborasinya.
Pada
tataran inilah quadruple helix yang
keempat atau komunitas, tepatnya FDI DPD Sulsel akan bekerja untuk Sulawesi
Selatan, banyak bukti seperti keberhasilan komunitas PHRI Yogyakarta yang rutin
memperkenalkan DIY sebagai “Never Ending
Asia” sampai ke Eropa dan Dunia, tentunya Pak Gubernur Sulawesi Selatan
jangan kita biarkan bertarung sendiri menjual Sulawesi ke dunia international,
tetapi peran FDI DPD Sulsel melalui synergi yang tak terhingga batas waktunya,
ditambah niat dan keikhlasan semua pihak dalam jejaring dan synergi yang penuh
keterbukaan untuk saling mendengar dan berbagi akan membuatnya semakin powerfull. Sekali lagi, mau menjadi
sebatang lidi atau bergotong royong menjadi sapu lidi, There’s No Superman,
yang ada hanya Super Team.
Terkait dengan
keberadaan Organisasi Dosen lainnya, janganlah dianggap sebagai suatu perbedaan
atau persaingan, justru sinergi dengan seluruh komunitas adalah penting,
berbagi peran dalam mengusung issu juga adalah sinergi, bukankah masalah dan
pemikiran para dosen begitu kompleks dan beragam, nah issu inilah yang akan
kita lakoni dalam perannya masing-‐masing. Sebagai Organisasi Dosen yang baru
FDI akan banyak belajar terhadap para senior seperti ADI. Organisasi Dosen ini
akan memainkan perannya masing-‐ masing layaknya sebuah orkestra yang harmoni,
tidak butuh dirigen, karena mereka bermain dengan ikhlas, bermain dengan hati.
Penutup
Rapat Kerja
Daerah DPD Forum Dosen Indonesia Sulawesi Selatan telah selesai, saatnya untuk
bekerja dan jangan pernah tinggalkan mimpi untuk membuatnya menjadi nyata.
Terima Kasih kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Koordinator Kopertis
Wilayah IX Sulawesi, Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Makassar, Wakil
Rektor Universitas Negeri Makassar, Wakil Rektor Universitas Muslim Indonesia,
Dirut PT. Media Fajar Holding, DPP Forum Dosen Indonesia, Ketua Program Pasca
STIE AMKOP, atas kehadirannya sebagai Pemateri dan Host pada Seminar Nasional
dan Poster FDI DPD Sulawesi Selatan. Terima kasih pula kami sematkan kepada PT.
Semen Tonasa, dan para Media: Fajar, Tribun, dan Media Online atas dukungan
Sponsorship dan pemberitaan yang wacana yang kami sampaikan; Demikian pula
kepada Steering Committee dari DPP
FDI: Bapak Frederik, Bapak Hidayat Ely, Bapak Fitrah Jaya, dan Ibu Een Hardiani
beserta Para Panitia dan Segenap Pengurus DPD FDI Sulsel.
Mengakhiri
tulisan ini, penulis ingin mengatakan jangan tanyakan bagaimana bentuk sinergi
FDI DPD Sulawesi Selatan, maju terus dan berjalanlah, bahkan berlari, karena
diperjalanan kita tidak akan pernah tau siapa yang akan kita temui untuk
bersinergi bersama, dalam jangka waktu yang tak terhingga, dan tentu saja tetap
dengan prinsip “push of quality”, dan bingkai pada ranah spesifikasi keilmuan.
Menjadi dosen bukanlah sekedar profesi, ia adalah panggilan jiwa diselimuti
keihklasan yang tak pernah didustai, sejauhmana kau berjalan, maka ia akan
selalu menuntunmu kembali; selayaknya pula dalam bersinergi arahnya sudah
jelas, jalurnya sudah terang, Insya Allah dengan “nawaitu” yang sama, Forum
Dosen Indonesia DPD Sulawesi Selatan mengajak empat belas ribu Dosen di
Sulawesi Selatan: Lets Fight for Quality,
Bismillahirrahmanirrahim.