Forum Dosen Indonesia

Merupakan organisasi yang didirikan tanggal 24 Agustus 2013, bersifat independen yang tidak terikat langsung dengan institusi anggotanya dan berbasis teknologi informasi. Didirikan dengan maksud melakukan advokasi untuk tujuan pengembangan kualitas dosen dan pendidikan tinggi Indonesia.

Forum Dosen Indonesia di Internet

1) Kuning / Emas : Pendidikan, mencetak generasi emas Indonesia, 2) Biru Langit : Penelitian, seperti langit tanpa batas yg dapat dicapai sebatas kekuatan manusia, 3) Hijau : Pengabdian masyarakat yang lebih bersifat kerelawanan, bekerja demi amal, 4) Merah dan putih : Indonesia.

ORMAS Dosen Indonesia

Berawal dari Grup Dosen Indonesia di Facebook menjadi ORMAS Dosen

Sabtu, 09 Desember 2017

Seminar Nasional dengan tema "“Perkembangan Penelitian dari Perspektif Metodelogi & Implementasinya”




Forum Dosen Indonesia Bengkulu (FDI DPD Bengkulu) akan mengadakan Seminar Nasional dengan tema "“Perkembangan Penelitian dari Perspektif Metodelogi & Implementasinya”.

Pembicara:
1. Dr. Harnovinsah Syahrial, SE, M.Si., Ak., CA., CMA (Universitas Mercu Buana Jakarta)
2. Prof.Dr. Ir. Urip Santoso, M.Sc (Universitas Bengkulu)

Waktu :
Rabu, 13 Desember 2017
Pukul : 08.00 s.d selesai

Kontribusi Peserta :
- Umum/Dosen tanpa KTA FDI 50.000
- Mahasiswa 25.000
- Pemilik KTA FDI diskon 50%

Pendaftaran bisa langsung ke :
1. S. Ujang (081368815899)
2. Supriyono  (085268808980)
3. Parwito  (081328676033
atau 

Link Pendaftaran : https://goo.gl/tx3oC2

Tempat : 
Aula Universitas Dehasen Bengkulu
Jl. Meranti Raya No.32, Sawah Lebar, Ratu Agung, Bengkulu, 38222

Sabtu, 04 November 2017

International Conference FDI




Hari ini acara inti konferensi internasional Forum Dosen Indonesia di Hotel Gammara, setelah tadi malam dibuka pada acara welcome dinner di Rumah Dinas Walikota Makassar. Acara dimulai dengan sambutan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia yang diwakili oleh Chairman of Agency for Marine and Fisheries Research and Human Resources of Ministry of Marine Affairs and Fisheries, M. Zulficar Mochtar. Dalam sambutannya, M. Zulficar Mochtar menjelaskan potensi dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sumberdaya kelauatan dan perikanan dunia dan Indonesia. Situasi saat ini, jika terus berlanjut maka tak lama lagi manusia akan butuh bumi lain untuk melanjutkan kehidupan. 

 



Selanjutnya beliau menekankan perlunya semacam redefinisi peran perguruan tinggi dan para dosen. Belakangan ini profesi dosen sangat serius berupaya meningkatkan publikasi-publikasi ilmiah bertaraf internasional terindeks semacam Scopus, Thomson dan sebagainya. Kita menyadari bahwa publikasi-publikasi ini sangat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Namun, ada hal-hal yang saat ini justeru sangat membutuhkan konsentrasi serius dari civitas akademika yaitu melahirkan karya-karya yang bersifat penyelesaian masalah, merespon masalah-masalah dan tantangan kondisi kelautan dan perikanan kita hari ini. Lebih jauh lagi, perguruan tinggi diharapkan mampu melahirkan lulusan-lulusan yang siap pakai di dunia kerja nyata. 

 

Pandangan yang disampaikan oleh M. Zulficar Mochtarsebelumnya juga sempat dibahas oleh Sekretaris FDI, Irmawati Sagala, pada saat menyampaikan ulasan buku Sang Pendidik : Jalan Terang Penuh Cinta yang diluncurkan tadi malam. Dalam uraiannya, Irmawati Sagala menyinggung masalah keseimbangan komposisi implementasi tridharma perguruan tinggi, di mana belakangan ini tuntutan terhadap dharma penelitian dan pengabdian kepada masyarakat seperti mengesampingkan peran pendidikan/pengajaran. Sepintas terkesan bahwa prestasi dan prestise dosen diukur dari publikasi-publikasi ilmiah. Lalu bagaimana dengan fungsi pendidikan/pengajaran ? Beberapa kasus mulai menunjukkan keluhan terhadap menurunnya alokasi sumber daya dosen dalam dharma ini. Untuk itu, ke depan organisasi profesi dosen perlu melakukan advokasi kebijakan publik untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terkait pendidikan tinggi hari ini.



 

Dilaksanakannya konferensi on Frontier of Science and Society ini diharapkan menjadi salah satu jawaban terhadap kebutuhan solusi bagi pembangunan kemaritilan dan kelautan Indonesia. Selamat dan sukses untuk selua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan konferensi ini.

Selasa, 02 Mei 2017

Hasil Musda FDI DPD Provinsi Aceh


Photo bersama Ketua dan Anggota DPD FDI Provinsi Aceh

Wahyuddin Abra Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh (FEB Unimal) terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah Forum Dosen Indonesia (DPD FDI) Aceh periode 2017-2020. Ia terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah (Musda) Perdana DPD FDI Aceh di Aula Meurah Silue Gedung Pascasarjana FEB Unimal pada Minggu (23/4/2017).

Sedangkan Sekretaris dijabat Sifa Saputra (universitas Al Muslim Bireuen) dan Bendahara dijabat Malahayati. Musda tersebut diikuti 183 dosen dari 31 perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di Aceh. Kegiatan itu dibuka Rektor Unimal yang diwakili Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Dr Anwar.

Dalam sambutannya, Wahyuddin menyampaikan "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan peserta musda untuk memimpin FDI Aceh periode perdana. Semoga wadah ini bisa menjalin silaturrahim dan membentuk networking diantara sesama dosen di Aceh. Kita juga berharap kehadiran wadah FDI ini akan menjadi forum diskusi tentang berbagai hal menyangkuut kondisi dosen di Aceh yang ada di PT negeri dan swasta".

sumber : http://aceh.tribunnews.com/2017/04/23/wahyuddin-pimpin-forum-dosen-aceh (modifikasi)

Sabtu, 29 April 2017

Seminar Nasional FDI DPD NTB


Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar rakyat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sayangnya kekayaan di Negara ini belum banyak dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Walaupun dikenal dengan Negara agraris, untuk memenuhi kebutuhan rakyat Negara ini terpaksa harus mengimpor barang atau komoditi yang dibutuhkan dalam Negeri seperti Beras, sapi, jagung, kedelai dan lain-lain.

Melihat realitas tersebut Pemerintan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan torobosan untuk meminimalisir Impor baik Sapi, jagung dan lain-lain dengan Program Pengembangan Sapi, Jagung dan Rumput Laut atau lebih populer dengan sebutan “Pijar”. Provinsi NTB  merupakan salah satu provinsi berkepulauan yang ada di Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih 5 juta jiwa. Provinsi NTB merupakan gabungan dua pulau besar yakni pulau Lombok dan pulau Sumbawa.

Dari sepuluh Kabupaten/ Kota Se-Provinsi NTB, terdapat satu Kabupaten yang telah sukses mengembangan Program Pijar yakni Kabupaten Dompu. Selama tujuh tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Dompu fokus mengembangkan Program Pijar. Namun  tujuh tahun tersebut hasil dari Pijar ini belum mampu diolah sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dengan cara industrialisasi hasil pijar. Industrialisasi diharapkan dapat mendukung kebutuhan pangan Nasional sehingga Keran impor dapat diminimalisir dengan demikian akan terwujud kedaulatan Pangan Indonesia.


Jumat, 24 Maret 2017

WORKSHOP PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN OLEH FDI SULSEL DAN STIE AMKOP


Sejumlah dosen mengikuti Workshop Penulisan Proposal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat sejak 21-22 Maret 2017. Pelatihan yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) AMKOP Makassar ini diharapkan bisa meningkatkan minat menulis karya ilmiah di kalangan dosen. Para dosen menerima materi dari anggota Forum Dosen Indonesia (FDI) DPD Sulawesi Selatan, Andi Dirpan dan Marhamah Nadir.
"Kegiatan ini sengaja kami laksanakan untuk dosen agar minat mereka untuk meneliti dan menulis lebih meningkat. Apalagi teman teman FDI ikut memberi support untuk itu," ujar Asistent Direktur II Program Pascasarjana STIE AMKOP, Dr Gunawan Bata Ilyas, Rabu (22/3/2017). adapun salah satu materi yang dipaparkan yakni pengenalan aplikasi berbasis online bernama Mendeley, sebuah program untuk memudahkan proses penulisan daftar pustaka, kutipan literatur atau referensi tulisan ilmiah dari penelitian yang sudah ada. p
"Aplikasi Mendeley sangat berguna bagi peneliti yang ingin menulis hasil penelitiannya baik untuk daftar pustaka maupun untuk menghindari plagiarisme tulisan ilmiah," ujar Andi Dirpan, Dosen Ilmu Pertanian Universitas Hasanuddin itu. Menurutnya, saat ini dosen telah banyak dituntut untuk menulis kemudian mempublikasikan hasil penelitiannya. Dengan aplikasi ini, kata dia, maka proses penulisan referensi dan literatur tidak dilakukan secara manual lagi. 
Sementara itu, Marhamah Nadir yang membawakan materi teknik penulisan proposal itu meminta kepada para dosen agar tidak menghabiskan waktu hanya untuk mengajar. Namun harus dibarengi dengan melakukan penelitian-penelitian? dan tidak hentihentinya untuk menulis. "Jangan takut dan ragu, banyak kok sumber pendanaan yang bisa kita manfaatkan, baik oleh dosen PTN maupun PTS," kata Marhamah Nadir yang juga ketua II FDI Sulsel.  


sumber: edukasi.rakyatku.com

Rabu, 22 Maret 2017

Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 Forum Dosen Indonesia DPD-Sul-Bar mengadakan pelatihan “Penyusunan Proposal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat” yang bertempat di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Marendeng Majene. Narasumber yang diundang adalah bapak Dr. Tenriware, S.Pi., M.Si, merupakan reviewer penelitian desentralisasi DRP2M Ristek Dikti, dan juga Anggota Pengurus FDI DPD Sul-Bar. Pelatihan diikuti oleh dosen-dosen yang berasal dari beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ada Di Sulawesi Barat, seperti Universitas Sulawesi Barat (UNSULBAR), STIKES Marendeng Majene, dan AKPER YPPP Wonomulyo.
Pada acara pembukaan, ketua FDI DPD Sul-Bar, Irfan AP, S.T., M.MT, memberikan sambutan mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh peserta dosen yang telah hadir, dan antusias menjadi anggota FDI DPD Sul-Bar. Selanjutnya, acara inti terdiri dari tiga sesi, pemaparan materi oleh narasumber, diskusi/tanya jawab dan coaching clinic. Ada beberapa poin penting yang disampaikan oleh Dr. Tenriware yaitu (1) hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mengusul proposal penelitian dan pengabdian masyarakat, (2)  tips dan cara menyusun proposal dengan baik, (3) bagaimana menginput data pada simlitabmas.ristekdikti.go.id, dan (4) Skema-skema penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Beliau mengatakan “biasakan membaca panduan pelaksanaan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dirilis oleh Ristek Dikti sebelum menyusun proposal, jangan sampai ‘salah kamar’, karena hal dasar seperti inilah yang kadang mebuat proposal kita tidak lolos”. Artinya, sebelum menyusun proposal, kita harus melihat penelitian dan pengabdian yang akan kita laksanakan bisa masuk di skema mana, dan apakah syarat dan ketentuan pada skema tersebut sesuai dengan background kita.
Materi yang dipaparkan cukup menarik, seperti yang dikatakan oleh salah satu peserta pelatihan dari STIKES Marendeng, Immawanti. Hal ini juga terlihat pada sesi tanya jawab atau diskusi, banyak peserta yang merespon dan bertanya sehingga diskusi terlihat alot tapi menarik dan menambah pengetahuan baru terutama hal-hal dasar yang biasa terlupakan saat menyusun proposal. Diakhir acara, bapak Dr. Tenriware menyampaikan bahwa pendaftaran proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tahun anggaran 2017 akan dibuka tanggal 1 April mendatang. Dan beliau memberikan kesempatan kepada peserta Anggota FDI untuk bisa berdiskusi lebih lanjut dengan menujukkan proposal yang telah disusun untuk direview.
Semoga dengan adanya pelatihan ini, dapat meningkatkan pengetahuan dosen-dosen yang ada di Sulawesi Barat tentang penyusunan proposal penelitian dan pengabdian masyarakat. Sehingga, jumlah pengusul dan proposal dosen yang lolos di tahun 2017 semakin meningkat.

Senin, 20 Maret 2017

IMPLEMENTASI CUTI SABBATICAL DI INDONESIA

Oleh: Irmawati Sagala (Dosen IAIN STS Jambi)

Istilah Cuti Sabbatical sudah tidak asing bagi sebagian kalangan dosen di Indonesia. Sayangnya, perbincangan terkait implementasi cuti ini nyaris tak tersentuh, bahkan peraturan terkait juga kalah populer dengan tema-tema lainnya misalnya yang paling baru Peraturan Menteri Ristekdikti No. 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor yang sempat meresahkan kalangan dosen. Padahal, implementasi kebijakan cuti Sabbatical ini dalam pandangan saya akan sangat potensial mendukung peningkatan luaran akademik dosen, sehingga juga akan sangat membantu dalam implementasi peraturan-peraturan perundangan terkait kinerja dosen seperti Permen No. 20 tahun 2017 tersebut.  


Cuti Sabbatical merupakan cuti kerja dalam jangka waktu tertentu yang bisa diperoleh oleh seorang pekerja setelah bekerja dalam jangka waktu yang ditentukan, dengan tetap memperoleh hak-haknya secara penuh. Di Indonesia, peraturan terkait cuti jenis ini bagi profesi dosen diatur dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa dosen dapat memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau olahraga. Cuti untuk studi sudah berjalan dengan aturan-aturan tambahan terkait dengan izin dan tugas belajar. Walaupun masih banyak persoalan dalam implementasinya, setidaknya kebijakan ini sudah berjalan dan berdampak pada peningkatan kualitas SDM dosen.
Sementara itu, cuti untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau olahraga, masih belum terimplementasi dengan baik bahkan belum populer di kalangan profesi dosen secara luas. Secara rinci, cuti ini dapat dipergunakan untuk kegiatan:
a.       Pendidikan nonreguler
b.      Penelitian
c.       Penulisan buku teks
d.      Praktik kerja di dunia usaha atau dunia industri yang relevan dengan tugasnya
e.       Pelatihan yang relevan dengan tugasnya
f.       Pengabdian kepada masyarakat
g.      Magang pada satuan pendidikan tinggi lain
h.      Kegiatan lain yang sejenis
Dari delapan kegiatan tersebut, poin b, c, f adalah kegiatan yang hampir tak tersentuh. Padahal, justeru poin-poin ini merupakan inti kerja Tridharma Perguruan Tinggi yang juga berkaitan langsung dengan berbagai tunjangan dosen. Masih dalam pasal yang sama disebutkan bahwa seorang dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli atau Lektor berhak mendapatkan cuti setiap 5 tahun sekali, sedangkan untuk dosen dengan jabatan fungsional Lektor Kepala atau Profesor setiap 4 tahun sekali, dimana masing-masingnya dilakukan dalam waktu maksimal 6 bulan.

Adanya kesempatan cuti dalam jangka waktu tersebut tentu akan sangat bermanfaat bagi dosen dalam meningkatkan profesionalitas dalam menjalankan tugas profesi sesuai peraturan perundangan terkait kinerjanya secara berkualitas. Tentu saja tidak semua dosen membutuhkan cuti Sabbatical, tergantung dengan model kerja serta desain dari kegiatan penelitian, pengabdian dan/atau kegiatan pengingkatan kapasitas profesi yang dimiliki oleh masing-masing pribadi dosen. Implementasi kebijakan ini, yang menurut Undang-undang tersebut diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, tentu juga perlu mempertimbangkan kondisi objektif dari satuan pendidikan tingginya. Namun sebagai amanat Undang-undang, serta menilik nilai strategis kebijakan ini, maka perlu kiranya penyelenggara satuan pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi membuat aturan pelaksanaannya. Sayangnya, peraturan pelaksanaan Undang-undang tersebut tampaknya belum mendapat perhatian serius. Di lingkungan satuan penyelenggara satuan pendidikan tinggi keagamaan misalnya, berdasarkan pengalaman saya sebagai dosen di salah satu Institut Agama Islam, belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terkait jenis cuti ini. Maka, saya berpikir, hak dan tugas kita bersamalah mendiskusikan topik ini di lingkungan kerja kita!  

Kamis, 16 Maret 2017

Mari ramaikan #sayaFDI tanggal 17-24 Maret 2017


Rabu, 15 Maret 2017

PELANTIKAN DAN PENGUKUHAN DPC FDI SELATAN RAYA

Pemateri seminar  oleh Syamril S.T., M.Pd, 
dari Kalla Group, 

Sekjen FDI  Irma Sagala,

 Tomi Satria Y. S.Ip, selaku Wakil Bupati Bulukumba, 

Ketua FDI Sul-SeL, 

dan Ketua DPC FDI Selatan Raya

Peserta seminar dan pelantikan kepengurusan FDI SulSel 
Dewan Pengurus Cabang (DPC) Forum Dosen Indonesia (FDI) Selatan Raya dilantik dan dikukuhkan. Pelantikan digelar di Ruang Pola Kantor Bupati Bulukumba, Sabtu (11/3/2017). 
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) FDI Sulsel, Amril Arifin mengungkapkan, DPC FDI Selatan Raya tidak saja menjadi DPC pertama di Sulsel yang dilantik, tetapi sekaligus menjadi DPC pertama secara nasional. “Kita mengingatkan peran lokal DPC untuk selalu bersinergi dengan tetap menjaga kualitas demi peningkatan sumber daya manusia,” ujarnya.

Amril hadir beserta pengurus inti FDI Sulsel, diantaranya Dr Buyung Ramadhoni, Dr Marhamah Nadir, Dr Gunawan dan Dr Fivi Elvira. Pelantikan ini menjadi lebih istimewa, karena juga dihadiri Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) FDI Irma Sagala dan Ketua DPD FDI Sulawesi Barat Irfan A Palaloi.

Proses Pelantikan Kepengurusan DPC FDI Sul-Sel
Mereka menjadi pembicara dalam seminar kebudayaan. bertema ‘Membangun Sumber Daya Manusia menuju Peradaban Modern bersama FDI yang Berbasis Nilai Kearifan Lokal’. Irma pun memberikan apresiasi atas semangat budaya dan kearifan lokal yang diusung dalam tema seminar tersebut. Alumnus Perancis itu juga memberikan pesan agar para dosen, anggota FDI Selatan Raya senantiasa memberikan kontribusi positif, tidak hanya bagi kampusnya, tetapi juga bagi daerah dan masyarakat sekitar.

Turut menjadi pembicara adalah Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria dan Corporate Human Capital Strategic and Development Division Head Kalla Group Syamril. Tomy Satria selain memberikan selamat kepada Suardi selaku Ketua DPC FDI Selatan Raya, juga menyatakan siap bersinergi dengan FDI. “Kita punya potensi wisata, nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya masyarakat adat Kajang, bahkan kawasan yang menjadi pembuatan kapal Phinisi yang telah mendunia, Silahkan FDI mau mengkaji dan bersinergi seperti apa,” ungkapnya.

Sementara Syamril menyatakan kesiapan Kalla Group untuk bersinergi dengan FDI, Yayasan Kalla intens bekerjasama dengan kampus, melalui desa binaan, beasiswa tugas akhir dan pengembangan daerah, Juga turut menjaga pewarisan nilai-nilai budaya Budaya Bugis-Makassar. “Semoga ini menjadi awal yang baik, mengawali itu mudah, tapi untuk menjalankan dengan konsisten itu tantangannya,” ujar Alumnus ITB ini. Sedangkan, Ketua DPC FDI Selatan Raya Suardi menyampaikan, Selatan Raya akan mengkoordinir dosen-dosen yang berada pada lima kabupaten, yakni Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan Selayar. Tentu ini bukan hal yang mudah, tapi di situlah tantangannya. Dalam waktu dekat akan ada konsolidasi melalui raker.


by, Irfan Page

Jumat, 10 Maret 2017

SEMINAR KEBUDAYAAN DAN PELANTIKAN DPC FDI SELATAN RAYA



Dewan Pengurus Cabang (DPC) Forum Dosen Indonesia (FDI) Selatan Raya yang meliputi Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar dan Sinjai akan mengadakan Seminar Kebudayaan bertajuk "Membangun Sumber Daya Manusia Menuju Peradaban Modern Bersama FDI yang Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal".

Selain mengadakan seminar, DPC FDI Selatan Raya juga akan melakukan pelantikan DPC FDI Selatan Raya untuk periode 2017-2019, di mana acara pelantikan tersebut akan dilaksanakan sebelum acara seminar kebudayaan dimulai pada hari yang sama, 11 Maret 2017 mendatang.

Gelaran yang akan berlangsung di Ruang Pola Kantor Bupati Bulukumba ini bertujuan untuk menyatukan ide dan gagasan tentang kebudayaan Sulawesi dalam menyongsong dunia modern yang akan dihadiri oleh narasumber dari Pemda, yakni bapak Tomy Satria Y, S.Ip selaku Wakil Bupati Bulukumba.  Diharapkan dengan adanya pagelaran ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai seluk beluk kebudayaan daerah serta potensinya untuk kemajuan daerah.

*by Irfan Page

Sabtu, 04 Maret 2017

Dosen Bukan Guru ? Ah.....

Sudah cukup lama aku tidak menengok warung diskusi induk, di komunitas dosen. Bukan masalah apa-apa, aku cuma merasa sedang butuh banyak energi untuk membarengi langkah-langkah ‘keluarga kecil’ menghantarkan lahirnya organisasi profesi. Warung induk ini sangat ramai dan sering mengalami ‘kebakaran’. Meskipun tugasku adalah termasuk menjadi tim pemadam, toh sekali dua aku sempat juga terbakar, bahkan kapan hari itu, menyengaja menjadi penyulut kebakaran (hehehee ....). Aku tahu, langkah itu pasti bakal mendapatkan jeweran dari para sesepuh. Hanya saja, hatiku kadang memang meronta melihat tingkah polah rekan sejawat yang menurutku sangat jauh dari citra seorang dosen. Citra seorang pendidik. Meski sampai titik ini aku sadar bahwa bagaimanapun aku juga belum mampu menampilkan citra pendidik (dosen) yang ‘semestinya’.
Ketika aku kembali menengok warung itu, ingatan tentang citra itu kembali mengusikku, khususnya ketika mulai ada bara api (lagi) dalam diskusi seputar sistem organisasi profesi yang barusan lahir itu. Di sinilah kusadari sepenuhnya bahwa fakta baru ambiguitas tampilan perilaku dosen saat ini, memang nyata. Tidak sekali dua kami menyuarakan kebencian dan alergi kronis terhadap makhluk bernama politik dengan segala segi dan variannya, tetapi kami menerapkan ‘politik’ itu dalam setiap sendi kehidupan masyarakat akademik, juga lengkap dengan segala sendinya. Kami bicara tentang budi pekerti, pendidikan karakter, keteladanan, tetapi ternyata itupun hanya pajangan dalam kurikulum dan buku-buku acuan di sudut-sudut lemari ruang kerja. Betapa mudahnya menuding, melempar fitnah, bersikap egois, menginjak teman, menghalalkan segala cara, hanya sekedar untuk mendapatkan pengukuhan eksistensi diri sebagai ‘orang penting’, kesejahteraan, dan kenyamanan. Betapa ringannya menepiskan hasil kerja keras sejawat yang dibangun di atas tetesan keringat, airmata dan darah, hanya karena tergiur kemolekan bayangan kekuasaan. Duh Gusti ....... !
Citra dosen sebagai pendidik, sebagai ‘guru’, yang ditanamkan ibuku dulu, pecah berkeping-keping. Ibuku adalah seorang guru SD, yang ‘hanya’ berpendidikan SGA (selevel SMA saat ini), yang telah mengabdikan hidupnya sebagai ‘akademisi’ secara nyaris sempurna. Kalau kutengok pangkat terakhirnya adalah golongan 4C, saat ini sudah nyaris setara dengan profesor. Toh dia hanya berakhir sebagai Kepala Sekolah di kecamatan kecil, mengajukan pensiun dini saat menyadari ketidakmampuannya memenuhi tuntutan perkembangan kualitas dunia pendidikan terhadap siswa SD. Tidak pernah mau menerima pengangkatan sebagai Penilik Sekolah, meskipun menjanjikan gaji yang menggiurkan, karena sadar tidak bakal mampu memperjuangkan nasib rekan-rekan guru sukwan di lingkungannya. Dan dia, cuma lulusan SGA.
Dosen, di mata ibuku, adalah guru. Maka aku sebagai dosen, wajib menampilkan diri, mencitrakan kepribadian yang wajib digugu lan ditiru. Pantas dipatuhi dan diteladani. Hari-hari pertamaku sebagai dosen adalah hari-hari penuh pesan, wejangan dan pitutur, tentang bagaimana bersikap dan mengusung kewajiban sebagai dosen. Bahwa dosen adalah orangtua bagi mahasiswanya, saudara bagi rekan kerjanya, sahabat bagi karyawan di lingkungannya, dan pelopor bagi masyarakat sekitarnya. Bahwa karena ‘siswa’-ku adalah mahasiswa dengan jadwal kuliah yang ‘tidak beraturan’, tidak seperti level pendidikan dasar dan menengah, maka aku harus bersedia meluangkan waktuku menerima ‘rengekan’ mahasiswaku kapan pun mereka muncul. Itulah yang membuat pintu rumahku terbuka 24 jam bagi siapapun yang bergelar ‘mahasiswa’.
Dengan predikat-predikat yang tersandang itu, kunci keberhasilan seorang pendidik terletak pada konsistensinya menjaga kesesuaian ucapan dan tindakannya. Ini, sangat sulit dilakukan, karena itu berarti harus siap menerima ‘kekalahan’ dari sisi pandang kalayak umum. Demi citranya sebagai benteng moral peradaban bangsa, pendidik harus mampu menahan diri tidak melakukan korupsi meskipun sangat tahu cara menghindari resikonya. Meskipun dikejar tuntutan kepangkatan, pendidik harus mampu menjaga kualitas karya yang menjadi syarat teraihnya pangkat tersebut. Meskipun bisa, pendidik sangat tabu menarik tambahan biaya pendidikan di luar yang semestinya dibayarkan siswanya. Itu semua contoh-contoh kecil yang lazim menjadi godaan bagi setiap pendidik dalam kehidupan profesinya sehari-hari, yang berdampak pada lambatnya peningkatan kesejahteraan kehidupannya dalam pandangan masyarakat, dari sisi pandang stabilitas perekonomian dan gengsi pergaulan. Itulah sumber slogan bahwa guru, pendidik, dosen, adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Meskipun, minimum, di mata ibuku, itu adalah ruh profesi, bukan sekedar slogan.
Lalu, kolega-kolegaku menyatakan bahwa dosen bukan guru, hanya karena isu remunerasi. Lalu, isu yang memercik dari kepingan uang ini menyebarkan virus-virus turunannya dalam bentuk kekuasaan, gemerlapnya tampuk pimpinan, peneguhan eksistensi diri, dan indahnya berlenggok di bawah sorotan ‘lampu mercuri’. Lalu, itu juga mengancam nyawa bayi organisasi yang disemai bertahun-tahun, oleh keluarga kecilku. Bayi yang diharapkan dapat menghantarkan bangsa ini menuju masa keemasan generasi penerus. Bayi yang dengan susah payah diajarkan makna kasih sayang dan kemurnian profesi pendidik. Bayi yang telah menjadi yatim sebelum lahir. Oh, no ......... :’(
Dosen bukan guru, karena dosen juga mengabdi dan meneliti. Dosen bukan guru, karena guru hanya mengajar semata. Dosen bukan guru, karena dosen bisa menjadi profesor. Tetapi profesor adalah guru besar. GURU BESAR ! Jadi, dosen bukan guru ? Ah ...........
Oleh : Nurida Finahari
Ketua Umum DPD Jawa Timur
Email : nfinahari@fdi.or.id

Jumat, 03 Maret 2017

DPD FDI Sulsel Menyelenggarakan International Conference Bidang Maritim

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan negara maritim. Sumber daya yang melimpah di lautan menjadi kekayaan yang perlu digali, diolah, dan dimanfaatkan oleh Rakyat Indonesia. Salah satu program Presiden Jokowi yang ada pada program NAWACITA adalah mengembangkan bidang maritim untuk kemajuan perekonomian, pertahanan dan kedaulatan Indonesia. Oleh sebab itu perlu adanya penelitian di bidang maritim dari berbagai aspek keilmuan. Salah satunya kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FDI  Sulawesi Selatan menyelenggarakan International Conference bidang Maritim dengan tema " Empowering Nation's Maritim Uniqueness to Enrich Global Future" .

Deskripsi International Conference diuraikan sebagai berikut :

Indonesian maritime perspectives came up into public discourse again after the presidential election of 2014 ended. The newly installed President, Mr. Joko Widodo (known as Jokowi) has stated in his vision statement submitted prior to election, then adopted as his presidential political manifesto, to: “(1) focus on strengthening Indonesia’s maritime security, (2) expand the canvas of regional diplomacy to cover the entire region of the Indo-Pacific, and (3) project the Indonesian navy as a respected regional maritime power in East Asia” (Liow & Shekhar, 2014). During presidential campaign, Jokowi repeatedly announced his willingness to transform Indonesia into a “global maritime axis” (poros maritim dunia). In a minute after his inauguration as the 7th President of Republic of Indonesia, Jokowi clearly instructed his newly establish cabinet to adopt the maritime vision into policy.
Indonesian Lecturer Forum organized the International Conference on Frontiers of Sciences and Society 2017. This conference is important as this is one of the Indonesia’s visions to focus on strengthening Indonesia’s maritime security simultaneously to broaden the Uniqueness of region

ABSTRAC DAN PAPER GUIDELINES
Papers from conference will be considered for submission in a number of leading maritime Proceedings and journals. Researchers are asked to submit an abstract of 200 words maximum before April 1st, 2017. Abstracts should contain the title, author’s names and affiliations, correspondence email, along with the background, purpose, method, results, conclusions, and a maximum of five keywords. The abstract should be formatted as Times New Roman, 12 point, single spaced, and with no footnotes or special formatting, characters or emphasis (such as bold, italics or underline). Abstracts should be emailed to ic.fdisulsel@gmail.com. Full paper submissions are due by August 21st, 2017. Further information is available from ic.fdisulsel@gmail.com and http://sulsel.fdi.or.id/ic2017   

KEYNOTE SPEAKER
  1. Dr. John Barnett Welfield, Diplomatic Academy of Vietnam
  2. Phil. Timo Marcus Dulle, Bonn University, Germany
  3. Dr. Jamaluddin Jompa, Hasanuddin University, Indonesia
  4. Dr. Ekwan Toriman, Malaysia National University, Malaysia
  5. Jepang Expert
INTERNATIONAL ADVISORY BOARD
  1. Dr. Ekhwan Toriman, Universiti Kebangsaan Malaysia
  2. Dr. Syahnur Said, Universitas Muslim Indonesia
  3. Megawati Santoso Ph. D (Bandung Institute Technology)
  4. Prof. Iqbal Jawad, Universitas Hasanuddin
  5. Prof. Azrin Adnan, Universiti Sultan Zainal Abidin, Malaysia
  6. Dr. Mazlin Mokhtar, Universiti Kebangsaan Malaysia
  7. Prof. Dr. Mukhtasar Syamsuddin, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
  8. Dr. Saleh Tajuddin, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar
  9. Dr. Mudjia Rahardjo, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia
  10. Prof. Dr. Kamarul Shukri Mat Teh, Universiti Sultan Zainal Abidin, Malaysia
  11. Komang Mertayasa, Bandung Institute Technology
  12. Assoc. Prof. Iqbal Jawad, Universitas Hasanuddin
PARTICIPANTS, TIMELINE, DATE AND VENUE  

Participants
The participants of conferences are expected come from various academic backgrounds ranging from social sciences, natural sciences, engineering, medical, and education. 

Timeline
  • Abstract submission due : April 1st, 2017
  • Notification of Acceptance : June 1st, 2017
  • Paper submission due : August 21st 2017
  • Registration due : September 18th, 2017
  • Conference date : November 3th to 5th 2017
Date and Venue
The Conference will be held on: Friday to Sunday, November 3th to 5th 2017, the venue will be arranged in: Novotel Hotel, Makassar, Indonesia.

Output
1. Direct output:
  • Program book (consist of abstract of all presenter)
  • Conference Proceeding indexed by Thomson rauters and Scopus
2. Indirect output:
    Publication in selected or targeted high journal (indexed by DOAJ, Thompson Reuters, or Scopus)

CONFERENCE OUTLINE 

1. Academic Seminar
Indonesian Lecturer Forum (ILF) would like to invite some prominent person to deliver keynote address for the conference.  The invited keynote speaker will be:
  1. Dr. John Barnett Welfield, Diplomatic Academy of Vietnam
  2. Phil. Timo Marcus Dulle, Bonn University, Germany
  3. Dr. Jamaluddin Jompa, Hasanuddin University, Indonesia
  4. Dr. Ekwan Toriman, Malaysia National University, Malaysia
  5. Japan expert or any countries in marine transportation
2. Panel Paper Presentation
The conference will facilitate presentation of paper prepared by scholar, academician, researcher, as well as policy maker from around the world.  To systemize the session, the parallel sessions will be divided into 3 (three) distinct panel, namely:
  1. Social (optimally of service, role of law, and sea area protection; utilization potency, management, and developing of sea resources and archipelago; exploration of oceanic resorces potency and fishery for development of health, social, political, culture, and economy; arrangement of management and developing of seashore and costal area; maritime culture).
  2. Science and Technology (sea toll infrastructure technology and oceanic zone transporttion, food and energy based on oceanic; mitigation of disaster and conservation oceanic zone; technology of shipping industry costal area; system and management of port)
  3. Education (the education of curriculum based on maritime; science technology).

Minggu, 05 Februari 2017

Organisasi Profesi ; Antara Kebutuhan dan Realitas

Ditulis Oleh: Irmawati Sagala (Sekretaris DPP FDI Periode 2015-2018)

Tulisan ini saya buat sebagai refleksi atas seringnya muncul pertanyaan tentang organisasi dosen, dan lebih khusus lagi tentang Forum Dosen Indonesia (FDI), sebagai salah satu organisasi profesi dosen yang saat ini ada di Indonesia. Dua pertanyaan paling sering muncul adalah pertama, tentang apa keuntungan yang bisa diperoleh ketika bergabung dengan sebuah organisasi dosen dan kedua, apa yang dikerjakan oleh organisasi dosen selama ini. Pertanyaan terakhir bahkan kadang dilontarkan dengan nada sinis, lalu sebagiannya melahirkan ide untuk membuat organisasi baru, baik yang akhirnya terlaksana maupun tidak. Perlu saya garis-bawahi, bahwa tulisan ini adalah pandangan pribadi saya, dengan mengambil contoh organisasi FDI, dimana saya berkecimpung sejak awal pendiriannya. Karena itu, terlebih dahulu saya mohon maaf jika nantinya dalam tulisan ini ada hal-hal kurang berkenan di hati pembaca.
Sebelum saya mulai berbagi pemikiran, saya ingin mengajak pembaca untuk mengenal FDI lebih dahulu. Bagi rekan-rekan yang belum mengenal FDI, silahkan membaca sejarah FDI di website www.fdi.or.id, juga ada dalam group FB FDI, dimana di sana juga tertera akta notaris, AD/ART, NPWP, Rekening, Surat Terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, mekanisme pendaftara anggota, dan beberapa hal sederhana yang telah dilakukan FDI. Sebagai rangkuman, saya sampaikan bahwa FDI adalah salah satu organisasi profesi dosen yang ada di Indonesia, didirikan tanggal 24 Agustus 2013 di ISBI Bandung. Sampai saat ini, sekretariat FDI masih menompang di kampus ISBI Bandung. FDI merupakan organisasi legal formal, memiliki seluruh kelengkapan yang disyaratkan dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan. Dengan bentuk organisasi dan target-target saat ini, FDI memilih tidak membuat Badan Hukum melalui Kementerian Hukum dan HAM, melainkan mendaftar di Kementerian Dalam Negeri. Sampai Bulan ini, FDI sudah memiliki 14 cabang yaitu:
1.      Sumatera Utara
2.      Jambi
3.      Sumatera Selatan
4.      Bengkulu
5.      Jawa Barat
6.      Banten
7.      Jawa Tengah
8.      Jawa Timur
9.      Sulawesi Selatan
10.  Sulawesi Barat
11.  Sulawesi Tenggara
12.  Sulawesi Tengah
13.  Papua
14.  Nusa Tenggara Barat
Setelah deklarasi pada Agustus 2013, FDI sudah melaksanakan Munas I pada Agustus 2015. Periode pertama kepengurusan bisa dibilang merupakan periode konsolidasi internal bagi FDI, lebih khusus lagi berupaya meluaskan daerah. Pasang surut semangat terus terjadi, mengingat seluruh pengurus adalah dosen yang mengemban segala tugas dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangan dan aturan lain yang mengikat. Menyadari kemampuan sementara yang dimiliki, pada Munas I disepakati dua hal utama yaitu melanjutkan kepengurusan lama dengan penyesuaian yang dibutuhkan dan meluncurkan program seminar tahunan yang sekaligus menjadi ajang rapat kerja, dengan penyelenggaranya FDI cabang secara bergiliran. Pada Desember 2016 lalu, dilaksanakanlah seminar tahunan kedua sekaligus rapat kerja yang bertempat di Malang, Jawa Timur. Rapat kerja menghasilkan tiga program unggulan, sebagaimana telah dipublikasikan di website FDI.
Lalu, apa keuntungan bergabung dengan FDI? Secara pribadi saya selalu ingin mengatakan “Jangan bergabung dengan FDI jika dasar berpikirnya adalah mendapat keuntungan, baik materil maupun non-materil”. Beberapa rekan di FDI sendiri tidak sependapat dengan jawaban saya ini. Tapi  pada realitanya, FDI memang tidak akan pernah bisa memberikan manfaat untuk siapapun, karena FDI adalah wadah kosong. Bermanfaat atau tidaknya FDI ditentukan oleh seberapa banyak kita bersama mau mengisi wadah itu. Tentu akan ada yang bertanya, bukankah ada pengurus? Lalu kenapa kalau ada pengurus? Apa yang bisa dilakukan pengurus tanpa dukungan bersama seluruh pihak? Bahkan pengurus-pun sama seperti dosen lainnya, yang selalu punya setumpuk tugas dan tanggung jawab di kampus dan lingkungan masing-masing. Pembentukan pengurus pusat FDI sendiri bisa dibilang unik. Seringkali dosen yang diminta bergabung dalam kepengurusan pusat menolak, karena berbagai kesibukan. Pendeknya, kita hanya punya semangat, berharap bisa berbuat sebatas kemampuan dalam ritme tugas yang ada. Apalagi, sebagian besar pengurus adalah dosen-dosen muda, yang bahkan belum masuk “papan atas” di kampusnya. Sejauh ini, FDI baru bisa menyelenggarakan beberapa seminar, kuliah daring dan persiapan penerbitan jurnal tentang higher education.
 Oleh karena itu, FDI mengusung semboyan “dari kita, oleh kita dan untuk kita”. Artinya, FDI akan bernilai dan berdaya guna jika kita bersama bisa menghimpun sumber daya dan mengelolanya secara bersama untuk kemaslahatan pendidikan tinggi dan profesi dosen. Pengurus hanyalah fasilitator untuk mengharmonikan gerak kita bersama. Ruhnya FDI ada pada kebersamaan kita. Nah, kalau frame berpikir seperti ini sudah terbangun, saya berani bilang ada banyak sekali manfaat dengan adanya organisasi dosen, semisal FDI. Berikut beberapa yang bisa saya sampaikan:
A.    Manfaat bagi pendidikan tinggi
1.      Organisasi profesi dosen bisa menjadi wadah lahirnya gagasan-gasan besar dalam pengembangan sistem pendidikan tinggi. Outputnya antara lain berupa jurnal tentang higher education, evaluasi perturan perundangan, naskah akademik bahkan rancangan peraturan perundangan terkait pendidikan tinggi dan profesi dosen. Dosen semestinya menjadi stakeholders penting dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut, bukan hanya sebagai objek bahkan proyek peraturan yang kadang di luar nalar akademik.
2.      Menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan pendidikan tinggi dan mutu dosen, misalnya sebagai sarana alternatif dalam jaminan kualifikasi dosen dan lainnya.
3.      Menjadi fasilitator dan motivator lahirnya karya-karya akademik bermutu dan bermanfaat bagi bangsa.
B.     Manfaat bagi institusi
Menjembatani interaksi civitas akademika lintas kampus dalam melakukan kerjasama-kerjasama Tridharma PT baik secara institusional maupun personal. Output dari interaksi ini akan bisa secara langsung dirasakan oleh civitas kademika dan juga dalam peningkatan image kampus. Beberapa point penilaian akreditasi misalnya, akan sangat terbantu dengan keaktifan dosen dalam organisasi profesi beserta jejaringnya. Bahkan “sekedar” kartu anggota organisasi profesi pun bisa membantu mengisi borang akreditasi.
C.     Manfaat bagi pribadi
Sebagai  wadah membangun jejaring karya Tridharma dan aktualisasi diri yang outputnya akan sangat bermanfaat membantu memenuhi beban kerja dosen. Program kuliah daring FDI, panitia seminar dan pengelola jurnal misalnya, bisa digunakan sebagai kegiatan PkM atau kegiatan penunjang dalam laporan kinerja dosen (LKD). Sesama anggota juga bisa melakukan kegiatan penelitian kolaboratif lintas perguruan tinggi serta kegiatan-kegiatan akademik lainnya.
Uraian di atas menunjukkan banyak manfaat dan kegunaan organisasi profesi, termasuk salah satunya FDI.  Tapi pertanyaan selanjutnya, seperti saya sebut di atas, adalah apa yang sudah dilakukan organisasi dosen? Ada banyak organisasi dosen di Indonesia, baik yang berbasis profesi maupun bidang ilmu. Saya yakin, rekan-rekan bisa mencari informasi sendiri tentang keberadaan organiasi-organisasi ini. Meskipun pengalaman dalam sebuah momen membawa saya pada kesimpulan bahwa Kemenristekdikti-pun belum punya data yang valid tentang semua organisasi-organisasi profesi dan keilmuan dosen. Masing-masing organisasi berdiri dengan filosofi dan target sendiri. Harus diakui bahwa dari sejumlah banyak organisasi yang ada, belum mampu mewadahi secara optimal aspirasi dosen, terutama terkait advokasi masalah-masalah seputar kehidupan profesional dosen.
Saya pribadi, dan mungkin juga rekan-rekan semua, berharap oragnisasi-organisasi profesi yang ada saat ini bisa berhimpun membentuk satu barisan yang lebih kuat dan berpengaruh dalam hal-hal strategis untuk pengembangan pendidikan tinggi dan profesionalisme dosen. Namun, langkah ke arah sana tentu butuh proses. Hal penting yang perlu kita jaga saat ini adalah rasa kebersamaan dan saling menghargai, toh tujuan dan cita-cita kita sama. Sambil terus melihat peluang ke arah sana, adalah lebih arif jika kita bergabung dengan salah satunya, lalu bekerja sesuai dengan sumber daya yang kita miliki. Saya yakin dan percaya bahwa semua organisasi profesi yang ada, terbuka untuk kontribusi semua dosen. Dengan bergabung secara riil dengan salah satu organisasi ini, kita juga akan bisa menemukan sendiri  secara langsung,  apa realitas yang ada dalam gerak organisasi dosen. Dari sana, masing-masing kita bisa semakin memantapkan diri, tentang apa kontribusi kita dan bagaimana organisasi dosen dikelola ke depannya.  
Semoga tulisan ini memberikan sedikit jawaban terhadap pertanyaan seputar organisasi dosen, khususnya tentang FDI. Jika rekan-rekan berniat bergabung dengan FDI, mengumpulkan dan mengelola sumber daya secara bersama untuk tujuan yang telah ditetapkan dalam AD/ART, maka pengurus  tentu menyambut dengan suka-cita. Salam Dosen Indonesia !


Agenda ke Depan

Agenda ke Depan