Ditulis Oleh: Irmawati Sagala (Sekretaris DPP FDI Periode 2015-2018)
Tulisan ini saya buat sebagai refleksi
atas seringnya muncul pertanyaan tentang organisasi dosen, dan lebih khusus
lagi tentang Forum Dosen Indonesia (FDI), sebagai salah satu organisasi profesi
dosen yang saat ini ada di Indonesia. Dua pertanyaan paling sering muncul
adalah pertama, tentang apa keuntungan yang bisa diperoleh ketika bergabung
dengan sebuah organisasi dosen dan kedua, apa yang dikerjakan oleh organisasi
dosen selama ini. Pertanyaan terakhir bahkan kadang dilontarkan dengan nada
sinis, lalu sebagiannya melahirkan ide untuk membuat organisasi baru, baik yang
akhirnya terlaksana maupun tidak. Perlu saya garis-bawahi, bahwa tulisan ini
adalah pandangan pribadi saya, dengan mengambil contoh organisasi FDI, dimana
saya berkecimpung sejak awal pendiriannya. Karena itu, terlebih dahulu saya
mohon maaf jika nantinya dalam tulisan ini ada hal-hal kurang berkenan di hati
pembaca.
Sebelum saya mulai
berbagi pemikiran, saya ingin mengajak pembaca untuk mengenal FDI lebih dahulu.
Bagi rekan-rekan yang belum mengenal FDI, silahkan membaca sejarah FDI di website
www.fdi.or.id,
juga ada dalam group FB FDI, dimana di sana juga tertera akta notaris, AD/ART,
NPWP, Rekening, Surat Terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, mekanisme
pendaftara anggota, dan beberapa hal sederhana yang telah dilakukan FDI.
Sebagai rangkuman, saya sampaikan bahwa FDI adalah salah satu organisasi
profesi dosen yang ada di Indonesia, didirikan tanggal 24 Agustus 2013 di ISBI
Bandung. Sampai saat ini, sekretariat FDI masih menompang di kampus ISBI
Bandung. FDI merupakan organisasi legal formal, memiliki seluruh kelengkapan
yang disyaratkan dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan.
Dengan bentuk organisasi dan target-target saat ini, FDI memilih tidak membuat
Badan Hukum melalui Kementerian Hukum dan HAM, melainkan mendaftar di
Kementerian Dalam Negeri. Sampai Bulan ini, FDI sudah memiliki 14 cabang yaitu:
1.
Sumatera Utara
2.
Jambi
3.
Sumatera Selatan
4.
Bengkulu
5.
Jawa Barat
6.
Banten
7.
Jawa Tengah
8.
Jawa Timur
9.
Sulawesi Selatan
10.
Sulawesi Barat
11.
Sulawesi
Tenggara
12.
Sulawesi Tengah
13.
Papua
14.
Nusa Tenggara
Barat
Setelah deklarasi pada
Agustus 2013, FDI sudah melaksanakan Munas I pada Agustus 2015. Periode
pertama kepengurusan bisa dibilang merupakan periode konsolidasi internal bagi
FDI, lebih khusus lagi berupaya meluaskan daerah. Pasang surut semangat terus
terjadi, mengingat seluruh pengurus adalah dosen yang mengemban segala tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangan dan aturan lain yang
mengikat. Menyadari kemampuan sementara yang dimiliki, pada Munas I disepakati
dua hal utama yaitu melanjutkan kepengurusan lama dengan penyesuaian yang
dibutuhkan dan meluncurkan program seminar tahunan yang sekaligus menjadi ajang
rapat kerja, dengan penyelenggaranya FDI cabang secara bergiliran. Pada Desember
2016 lalu, dilaksanakanlah seminar tahunan kedua sekaligus rapat kerja yang
bertempat di Malang, Jawa Timur. Rapat kerja menghasilkan tiga program
unggulan, sebagaimana telah dipublikasikan di website FDI.
Lalu, apa keuntungan
bergabung dengan FDI? Secara pribadi saya selalu ingin mengatakan “Jangan
bergabung dengan FDI jika dasar berpikirnya adalah mendapat keuntungan, baik
materil maupun non-materil”. Beberapa rekan di FDI sendiri tidak sependapat dengan
jawaban saya ini. Tapi pada realitanya,
FDI memang tidak akan pernah bisa memberikan manfaat untuk siapapun, karena FDI
adalah wadah kosong. Bermanfaat atau tidaknya FDI ditentukan oleh seberapa banyak
kita bersama mau mengisi wadah itu. Tentu akan ada yang bertanya, bukankah ada
pengurus? Lalu kenapa kalau ada pengurus? Apa yang bisa dilakukan pengurus
tanpa dukungan bersama seluruh pihak? Bahkan pengurus-pun sama seperti dosen
lainnya, yang selalu punya setumpuk tugas dan tanggung jawab di kampus dan
lingkungan masing-masing. Pembentukan pengurus pusat FDI sendiri bisa dibilang
unik. Seringkali dosen yang diminta bergabung dalam kepengurusan pusat menolak,
karena berbagai kesibukan. Pendeknya, kita hanya punya semangat, berharap bisa
berbuat sebatas kemampuan dalam ritme tugas yang ada. Apalagi, sebagian besar
pengurus adalah dosen-dosen muda, yang bahkan belum masuk “papan atas” di
kampusnya. Sejauh ini, FDI baru bisa menyelenggarakan beberapa seminar, kuliah
daring dan persiapan penerbitan jurnal tentang higher education.
Oleh karena itu, FDI
mengusung semboyan “dari kita, oleh kita dan untuk kita”. Artinya, FDI akan
bernilai dan berdaya guna jika kita bersama bisa menghimpun sumber daya dan
mengelolanya secara bersama untuk kemaslahatan pendidikan tinggi dan profesi
dosen. Pengurus hanyalah fasilitator untuk mengharmonikan gerak kita bersama.
Ruhnya FDI ada pada kebersamaan kita. Nah, kalau frame berpikir seperti
ini sudah terbangun, saya berani bilang ada banyak sekali manfaat dengan adanya
organisasi dosen, semisal FDI. Berikut beberapa yang bisa saya sampaikan:
A.
Manfaat bagi
pendidikan tinggi
1. Organisasi
profesi dosen bisa menjadi wadah lahirnya gagasan-gasan besar dalam
pengembangan sistem pendidikan tinggi. Outputnya antara lain berupa jurnal
tentang higher education, evaluasi perturan perundangan, naskah akademik
bahkan rancangan peraturan perundangan terkait pendidikan tinggi dan profesi
dosen. Dosen semestinya menjadi stakeholders penting dalam pembuatan
kebijakan-kebijakan tersebut, bukan hanya sebagai objek bahkan proyek peraturan
yang kadang di luar nalar akademik.
2. Menjadi
mitra pemerintah dalam pengembangan pendidikan tinggi dan mutu dosen, misalnya
sebagai sarana alternatif dalam jaminan kualifikasi dosen dan lainnya.
3. Menjadi
fasilitator dan motivator lahirnya karya-karya akademik bermutu dan bermanfaat
bagi bangsa.
B.
Manfaat bagi
institusi
Menjembatani
interaksi civitas akademika lintas kampus dalam melakukan kerjasama-kerjasama
Tridharma PT baik secara institusional maupun personal. Output dari interaksi
ini akan bisa secara langsung dirasakan oleh civitas kademika dan juga dalam
peningkatan image kampus. Beberapa point penilaian akreditasi misalnya, akan
sangat terbantu dengan keaktifan dosen dalam organisasi profesi beserta
jejaringnya. Bahkan “sekedar” kartu anggota organisasi profesi pun bisa
membantu mengisi borang akreditasi.
C.
Manfaat bagi
pribadi
Sebagai wadah membangun jejaring karya Tridharma dan
aktualisasi diri yang outputnya akan sangat bermanfaat membantu memenuhi beban
kerja dosen. Program kuliah daring FDI, panitia seminar dan pengelola jurnal
misalnya, bisa digunakan sebagai kegiatan PkM atau kegiatan penunjang dalam
laporan kinerja dosen (LKD). Sesama anggota juga bisa melakukan kegiatan
penelitian kolaboratif lintas perguruan tinggi serta kegiatan-kegiatan akademik
lainnya.
Uraian di atas
menunjukkan banyak manfaat dan kegunaan organisasi profesi, termasuk salah
satunya FDI. Tapi pertanyaan
selanjutnya, seperti saya sebut di atas, adalah apa yang sudah dilakukan
organisasi dosen? Ada banyak organisasi dosen di Indonesia, baik yang berbasis
profesi maupun bidang ilmu. Saya yakin, rekan-rekan bisa mencari informasi
sendiri tentang keberadaan organiasi-organisasi ini. Meskipun pengalaman dalam
sebuah momen membawa saya pada kesimpulan bahwa Kemenristekdikti-pun belum
punya data yang valid tentang semua organisasi-organisasi profesi dan keilmuan
dosen. Masing-masing organisasi berdiri dengan filosofi dan target sendiri.
Harus diakui bahwa dari sejumlah banyak organisasi yang ada, belum mampu
mewadahi secara optimal aspirasi dosen, terutama terkait advokasi
masalah-masalah seputar kehidupan profesional dosen.
Saya pribadi, dan
mungkin juga rekan-rekan semua, berharap oragnisasi-organisasi profesi yang ada
saat ini bisa berhimpun membentuk satu barisan yang lebih kuat dan berpengaruh
dalam hal-hal strategis untuk pengembangan pendidikan tinggi dan
profesionalisme dosen. Namun, langkah ke arah sana tentu butuh proses. Hal
penting yang perlu kita jaga saat ini adalah rasa kebersamaan dan saling
menghargai, toh tujuan dan cita-cita kita sama. Sambil terus melihat peluang ke
arah sana, adalah lebih arif jika kita bergabung dengan salah satunya, lalu
bekerja sesuai dengan sumber daya yang kita miliki. Saya yakin dan percaya
bahwa semua organisasi profesi yang ada, terbuka untuk kontribusi semua dosen. Dengan
bergabung secara riil dengan salah satu organisasi ini, kita juga akan bisa
menemukan sendiri secara langsung, apa realitas yang ada dalam gerak organisasi
dosen. Dari sana, masing-masing kita bisa semakin memantapkan diri, tentang apa
kontribusi kita dan bagaimana organisasi dosen dikelola ke depannya.
Semoga tulisan ini
memberikan sedikit jawaban terhadap pertanyaan seputar organisasi dosen,
khususnya tentang FDI. Jika rekan-rekan berniat bergabung dengan FDI,
mengumpulkan dan mengelola sumber daya secara bersama untuk tujuan yang telah
ditetapkan dalam AD/ART, maka pengurus
tentu menyambut dengan suka-cita. Salam Dosen Indonesia !